Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Pegiat Literasi dari Bogor, Kandidat Doktor Taman Bacaan

Diperbarui: 18 Agustus 2020   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syarifudin Yunus, kandidat doktor taman bacaan (Sumber: TBM Lentera Pustaka)

Tahukah kita? Per November 2019 lalu, hanya ada 39.500 dari 280.000 dosen yang telah mengantongi gelar doktor. Atau baru mencapai 14% dari jumlah dosen di Indonesia. Sebagai gelar akademik, Doktor biasanya disematkan kepada lulusan pendidikan strata-3 (S3) dan telah menuntaskan karya ilmiah berupa disertasi yang sudah diujikan secara terbuka dan mendapat pengakuan dari para pengujinya. 

Lazimnya gelar akademik, tentu gelar Doktor menyangkut berbagai disiplin ilmu, sesuai dengan program studi yang ditempuh dan kualifikasi keilmuannya. Namun, adakah doktor bidang taman bacaan sebagai bagian pendidikan masyarakat? Mungkin cukup langka, doktor bidang taman bacaan.

Adalah Syarifudin Yunus, lebih akrab dipanggil Syarif adalah Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Dia salah satu pegiat literasi dari Bogor yang giat menyuarakan pentingnya tradisi baca dan gerakan literasi di masyarakat. 

Sebagai upaya meredam gempuran era digital yang telah kebablasan. Ayah dari tiga anak yang berprofesi sebagai Dosen Universitas Indraprasta PGRI ini sangat peduli terhadap upaya meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah khususnya di masyarakat yang tidak mampu. 

Maka di tahun 2017, ia mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor. Tadinya garasi di rumahnya, lalu dijadikan rak-rak buku taman bacaan.

Setiap seminggu sekali rutin, dari Jakarta sengaja ke Bogor, ia membimbing 60 anak pembaca aktif di taman bacaan, di samping mengajar baca-tulis 11 ibu-ibu buta aksara. 

Berbekal model "TBM Edutainment" yang digagasnya sendiri, sebuah konsep pengembangan taman bacaan yang berbasis edukasi dan hiburan. Selalu ada salam literasi, doa literasi, senam literasi, membaca secara bersuara, laboratorium baca, event bulanan, motivasi literasi, dan jajanan kampung gratis untuk anak-anak pembaca.

Pria 50 tahun ini bertekad menjadikan taman bacaan bukan hanya tempat membaca semata. Tapi menjadi sentra kegiatan masyarakat yang kreatif dan menyenangkan. Tujuannya, agar anak-anak semakin akrab dengan buku bacaan. Taman bacaan pun bisa jadi sarana "deschooling society" seperti di masa pandemi Covid-19. 

Pendidikan yang tidak hanya mengandalkan ruang kelas dan kurikulum. Karena itu, alumni peraih UNJ Award 2017 ini dengan penuh komitmen dan konsistensi terus-menerus menebar virus membaca buku bagi anak-anak kampung yang selama ini tidak memiliki akses bacaan. 

Hingga kini, anak-anak Desa Sukaluyu di Kaki Gunung Salak mampu "melahap" 5-8 buku per minggu, di samping berusaha menemukan kreativitas diri dan potensi kearifan lokal di daerahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline