Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

6 Tips untuk Pekerja yang Terkena PHK akibat Wabah Virus Corona

Diperbarui: 14 April 2020   10:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

Wabah virus corona, suka tidak suka, jadi wabah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK bagi pekerja menjadi sulit dihindari. Karena perusahaan tidak mampu beroperasi optimal, pemasukan menurun drastis. Ditambah aktivitas ekonomi lesu, pasar sepi, produksi terganggu, bahkan kantor-kantor banyak yang work from home. 

Jadilah, wabah virus corona sebagai wabah PHK. Hingga kemarin 13 April 2020 saja, setidaknya ada 1,65 juta pekerja yang di-PHK akibat wabah virus corona (detik.com). Lagi-lagi, di tengah wabah virus corona, pekerja dihadapkan pada realitas sulit.

Gelombang PHK di kalangan pekerja bisa jadi belum mencapai puncaknya. Karena wabah virus corona sendiri diprediksi baru akan mencapai puncaknya di Indonesia pada akhir Mei 2020. Itu berarti, kondisi perekonomian akan mengalami puncak kelesuan di masa itu pual. Masalahnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan keadaan menjadi normal kembali? Agar para pekerja yang di-PHk dapat bekerja kembali? Inilah "pekerjaan rumah" besar yang harus dipersiapkan pemerintah sejak dini. Upaya recovery semua sektor industri. Agar mampu menyerap tenaga kerja kembali.

Mengapa gelombang PHK belum mencapai puncaknya?

Karena wabah virus corona masih berlanjut. Maka kondisi ekonomi pun belum pulih. Di sisi lain, rentannya sistem perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha/perusahaan pun jadi alasan paling substansial. Selagi virus corona masih mewabah, setidaknya para pekerja berstatus PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) akan mengalami dampak signifikan. Masih terancam PHK. 

Karena sistem kerja PKWT, pekerja bersifat sementara atau pekerjaannya berisfat musiman. Pekerjanya tidak tetap dan pekerjaannya belum tentu terus menerus. Sehingga pekerja dibatasi oleh jangka waktu atau masa berlaku kontrak. Maka siapa saja pekerja yang tergolong PKWT? Agar dapat mengantisipasi gelombang PHK bila suatu waktu terjadi, mereka adalah pekerja dengan kondisi seperti ini:

1. Pekerja kontrak berdasarkan jangka waktu. Pekerja dengan kontrak PKWT untuk jangka waktu paling lama 2 tahun, dan dapat diperpanjang sekali paling lama 1 tahun. Lalu dapat diperbaharui sekali lagi untuk jangka waktu paling lama 2 tahun.

2. Pekerja kontrak berdasarkan selesainya pekerjaan. Pekerja dengan kontrak PKWT untuk jangka waktu hingga selesainya pekerjaan tertentu. Bila pekerjaann selesai maka hubungan kerja berakhir secara otomatis.

3. Pekerja harian lepas. Pekerja untuk pekerjaan tertentu yang volume dan waktunya berubah-ubah, yang upahnya dibayar berdasarkan kehadiran.

Pekerja PKWT ini belum termasuk pekerja informal. Yaitu pekerja yang bertanggung jawab atas perseorangan karena tidak berbadan hukum dan hanya berdasarkan atas kesepakatan. 

Ada jutaan pekerja informal di Indonesia, seperti: driver ojek online, supir pribadi, pedagang kaki lima, pedagang asongan, industri olahan makanan dan minuman, industri kayu dan bahan bangunan, tukang bangunan, tukang jahit, dan sebagainya. Problemnya adalah pekerja PKWT maupun informal, tidak berhak atas uang pesangon bila pengusaha atau perusahaannya tempat bekerja tidak mengatur di dalam peraturan perusahaan. Bila kontrak berakhir, maka tidak ada uang pesangon.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline