Wabah virus corona Covid-19, bukan saja membuat seluruh dunia pontang-panting. Tapi sektor dunia usaha pun dibikin kocar-kacir. Perekonomian lesu, produksi menurun, pemasaran stagnan sementara pasar sepi. Akibatnya virus corona pun berdampak terhadap kondisi finansial perusahaan atau korporasi. Sementara pekerja harus tetap dibayarkan gajinya.
Bak buah simalakama. Sebut saja dunia usaha di sektor pariwisata, perhotelan, restoran, penerbangan, jasa transportasi, ojek online, jasa pengiriman, UMKM seperti usaha kuliner, dan event organizer. Kini bisnis mereka lesu, tidak ada klien atau pelanggan yang datang. Drop hingga 70%.
Sementara kewajiban membayar gaji pekerja tetap berjalan. Konsekuensinya, harus ditempuh langkah efisiensi di kalangan pekerja. Dampak virus corona yang pasti terhadap pekerja adalah 1) pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 2) pekerja "dirumahkan". Sangat prihatin bila sampai terjadi.
Dan betul saja terjadi. Sebagai contoh di DKI Jakarta sebagai daerah terdampak virus corona yang paling parah. Disnakertrans DKI Jakarta (4/4/2020) merilis setidaknya ada 88.835 pekerja di-PHK atau dirumahkan. Dari 11.104 perusahaan yang terdata. Terdiri dari: 72.770 pekerja dari 9.096 dirumahkan tapi tidak menerima upah dan 16.065 pekerja dari 2.008 perusahaan di-PHH. Sangat prihatin sekali lagi.
1. Lalu, apa yang harus diperhatikan pekerja saat di-PHK?
Saat ini acuan PHK adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku. Walaupun kini ada RUU Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang sedang dibahas DPR. Bila di-PHK akibat virus corona, maka pekerja berhak mendapatkan uang pesangon. Uang pesangon adalah uang yang dibayarkan oleh pemberi kerja/pengusaha kepada pekerja, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Uang pesangon itu wajib dibayarkan pengusaha, sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat (1) yang berbunyi: "Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima."
Maka bila akibat wabah virus corona "terpaksa" mem-PHK pekerja karena alasan perusahaan merugi terus-menerus atau perusahaan pailit, maka karyawan berhak atas pesangon 1 kali PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja), yang artinya 1 kali ketentuan Pasal 156 Ayat 2,3,4 sesuai dengan masa kerja si pekerja. Ini berarti, hak pekerja yang di-PHK, meliputi: 1) Uang pesangon, 2) Uang penghargaan masa kerja, dan 3) Uang penggantian hak.
Namun, ada pula pekerja yang berhak mendapat uang pesaangon sebesar 2 kali PMTK, artinya pekerja berhak atas 2 kali ketentuan pesangon saat di-PHK, bila alasan PHK meliputi: 1) karena perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia mempekerjakan pekerja/buruh, 2) karena perusahaan melakukan efisiensi, 3) karena pekerja/buruh meninggal dunia, ahli warisnya berhak atas 2 PMTK, 4) karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun.
Namun pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh pada program pensiun, 4) karena PHK atas putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai syarat yang berlaku, dan 5) karena pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan. Itulah hal-hal yang patut diperhatikan pekerja bila mengalami PHK akibat wabah virus corona.