Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

7 dari 10 Taman Bacaan di Indonesia Berpotensi Bangkrut

Diperbarui: 29 Maret 2020   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia yang dilakukan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka pada tahun 2019 lalu menyebutkan bahwa 70% taman bacaan di Indonesia hanya bisa memenuhi seperempat atau di bawah 25% dari kebutuhan operasionalnya. 

Itu berarti, 7 dari 10 taman bacaan mengalami "ketidakcukupan" biaya operasional yang sangat parah. Sementara lainnya, ada 18% taman bacaan yang hanya mampu penuhi biaya antara 26%-50%, ada 8% taman bacaan mampu penuhi biaya antara 51%-75%, dan hanya 4% taman bacaan yang mampu memenuhi 75%-100% kebutuhan biaya operasionalnya per bulan.

Maka dapat disimpulkan, 88% taman bacaan di Indonesia memiliki tingkat persentase kecukupan dana berbanding kebutuhan biasa operasional masih di bawah 50% atau di bahwa setengahnya. Taman bacaan yang berpotensi bangkrut atau tidak mampu beroperasi. 

Tentu, realitas ini sangat bertolak belakangan dengan kebijakan "Gerakan Literasi Nasional (GLN)" sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti untuk mengembangkan literasi dasar masyarakat yang mencakup, yaitu literasi baca-tulis, numerasi, sains, finansial, digital, dan budaya & kewargaan.

Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia yang dilakukan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka ini diikuti oleh 54 pegiat literasi dari 33 lokasi di Indonesia, seperti dari Bogor -- Sukoharjo- Banyuwangi- Sumba Tengah -- Jambi -- Purwokerto - Nias Selatan - Buru Selatan - Sorong Selatan - Kab. Gowa -- Asahan - Padang Panjang -- Rappang -- Cirebon - Seram - Mamuju Tengah - Tapanuli Utara -- Matawae - Landak - Manggarai Barat -- Grobogan -- Wonogiri - Buton Tengah - Kota Baru -- Boyolali - Aceh Barat - Probolinggo -- Purworejo -- Malang - Semarang - Lampung Timur -- Tanggamus -- Jeneponto -- Sumba Barat.

Oleh karena itu, mau tidak mau, harusnya pemerintah perlu memberikan penguatan pada Gerakan Literasi Masyarakat yang notabene digawangi oleh taman bacaan yang ada di Indonesia. Tidak cukupnya dana operasional taman bacaan pun menjadi bukti prinsip gerakan literasi nasional yang terdiri dari: 1) berkesinambungan, 2) terintegrasi, dan 3) melibatkan semua pemangku kepentingan masih sebatas angan-angan.

Lalu, siapa yang harus terlibat dalam pendanaan taman bacaan?

Selain pemerintah pusat dan korporasi, Pedoman Gerakan Literasi Nasional telah menyatakan peran para pihak yang perlu terlibat, yaitu:

1. Pemerintah Daerah, berperan dalam hal: a) Memberikan keteladanan berliterasi kepada seluruh warga daerah; b) Membuat dan mengembangkan peraturan, kebijakan GLN di daerah; c) Melaksanakan sosialisasi peraturan dan kebijakan GLN di daerah; d) Mengembangkan materi GLN pada setiap ranah yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, seperti mempertimbangkan aspek sosial, budaya, mata pencaharian, lingkungan geografis, dll.; 

e) Membangun sarana dan prasarana penunjang GLN di daerah; f) Menyediakan bahan bacaan yang bermutu pada satuan pendidikan, fasilitas publik, dan perpustakaan masyarakat; g) Melakukan sinergi dan implementasi GLN dengan para pemangku kepentingan di daerah; h) Memberikan dukungan dalam pendampingan pelaksanaan GLN pada ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat; serta i) Melakukan penilaian dan evaluasi terhadap implementasi GLN di daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline