Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dana Operasional Taman Bacaan di Indonesia; 82% Swadaya 18% Donatur, Pemerintah Nol

Diperbarui: 28 Maret 2020   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber" Survei TBM Lentera Pustaka

Mengenaskan kondisi taman bacaan di Indonesia. Mengapa?

Sekalipun gerakan literasi nasional (GLN) menjadi program pemerintah, namun faktanya dana operasional taman bacaan 82% berasal dari swadaya pendiri/pengelola taman bacaan, 18% dari donator, dan andil pemerintah nol.

Maka wajar, banyak taman bacaan di Indonesia yang seakan "mati suri". Sulit berkembang karena tidak adanya dukungan biaya atau anggaran dari pihak eksternal. 

Minimnya dana operasional untuk menjalankan aktivitas taman bacaan, harus diakui menjadi kendala besar. Karena tanpa dana, maka sulit taman bacaan untuk dikelola dengan baik. Bahkan anggaran untuk membeli buku pun tidak ada.

Apalagi sekadar "uang kopi" bagi pegiat literasi yang membimbing aktivitas membaca anak-anak di taman bacaan. Berangkat dari realitas itulah, pihak pemerintah daerah atau donatur perlu ikut peduli terhadap "kebertahanan" eksistensi taman bacaan di Indonesia.

Itulah simpulan Survei Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia yang dilakukan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka pada tahun 2019 lalu. Survei ini diikuti oleh 54 pegiat literasi dari 33 lokasi di Indonesia, seperti dari Bogor -- Sukoharjo- Banyuwangi- Sumba Tengah -- Jambi -- Purwokerto - Nias Selatan - Buru Selatan - Sorong Selatan - Kab. Gowa -- Asahan - Padang Panjang -- Rappang -- Cirebon - Seram - Mamuju Tengah - Tapanuli Utara -- Matawae - Landak - Manggarai Barat -- Grobogan -- Wonogiri - Buton Tengah - Kota Baru -- Boyolali - Aceh Barat - Probolinggo -- Purworejo -- Malang - Semarang - Lampung Timur -- Tanggamus -- Jeneponto -- Sumba Barat.

Tidak dapat dipungkiri. Taman bacaan sebagai aktivitas sosial yang bersifat nonformal pun membutuhkan dana operasional. Baik untuk biaya listrik, honor alakadarnya petugas baca, dan membeli buku koleksi taman bacaan.

Tanpa dukungan dana atau anggaran, bisa dipastikan taman bacaan menjadi tidak menarik bagi anak-anak di lokasinya berada. Maka sekali lagi, kepedulian pemerintah dan donatur/korporasi terhadap aktivitas taman bacaan harus digerakkan.

"Survei ini membuktikan, taman bacaan sulit berkembang dan diminati anak-anak karena tidak adanya dukungan dana operasional. Sumbernya hanya dari kantong pendiri atau donatur. Maka pemerintah atau korporasi harus ikut peduli. Bila tidak akan banyak taman bacaan yang mati. Kasihan pegiat literasi di Indonesia" ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor.

Di tengah gempuran era digital, harusnya pemerintah dan masyarakat mendukung gerakan untuk "membaca secara manual" di kalangan anak-anak usia sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline