Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dialog Anak Gadis dan Ayahnya di MRT

Diperbarui: 17 Desember 2019   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Zaman now, banyak orang mengeluh dalam hidup. Apa saja dikeluhkan. Seakan lupa syukur. Itu bukan karena capek. Tapi karena kurang dialog. Lalu mereka lupa. Bahwa hidup itu memang harus berjuang. Berjuang untuk untuk kehidupan yang lebih baik. Bukan di dunia, tapi sesudah di dunia. Di alam yang gak fana...

Dialog gadis kecil dengan ayahnya. Di perjalanan moda MRT. Seketika, sang Ayah mengenggam kepala anaknya. Menciumnya sambil tersenyum. Tanda cinta sekalipun tanpa gemuruh.

"Nak, tetaplah jadi dirimu seperti perjalanan kita. Kebaikan itu sederhana Nak, asal kamu mau melakukannya. Karena kebaikan itu tak berbatas. Ia mudah muncul, kapanpun dan dimanapun. Asal kamu mau melakukannya. Itulah kebaikan"

"Kamu Nak, jadilah pribadi yang baik. Pribadi yang selalu bersyukur atas setiap keadaan diri kamu. Pelajaran susah atau pelajaran gampang, kamu harus hadapi dengan baik. Itu sudah kebaikan"

Mungkin, banyak orang sudah lupa. Dialog itu cara sederhana untuk mencairkan suasana. Bahkan untuk mengisi waktu luang sekalipun. Ibarat menonton film. Kadang, daya tarik film itu bukan berasal dari pemainnya, alur cerita, atau artistiknya. Tapi justru karena dialog-dialognya yang mengena. Pas untuk keadaan hati penontonnya. Pesannya merasuk kalbu. Persis seperti rasa yang sedang terbenam di diri si penonton.

Dialog itulah yang membuat seseorang senang dan terkesima pada seseorang. Maka berdialog-lah, selagi masih bisa. Dan yang penting, dialog yang positif itu lebih penting lima kali lipat daripada dialog yang negatif. Dialog yang menyehatkan.

Dialog gadis kecil dengan ayahnya. Tentu gak ada yang istimewa. Tapi penting dikisahkan. Tanda hidupnya tradisi dialog, kebiasaan berbicara dalam setiap kondisi dan keadaan. Karena siapapun tanpa dialog, berarti dia mati.

Dari dialog, manusia diingatkan. Bahwa manusia diberi kaki yang kuat, itu untuk melangkah ke tempat ilmu dan amal. Diberi jemari tangan yang lentik, itu untuk menghitung berapa banyak kebaikan yang sudah ditebarkan. Diberi bibir yang menarik, itu untuk ber-ucap perkataan yang baik.

Lalu, diberi pipi yang lesung, itu untuk menebar senyum yang ikhlas kepada siapapun. Diberi mata yang menawan, itu untuk selalu melihat kebaikan pada orang lain. Diberi tubuh yang sempurna, itu untuk menyisihkan rezeki kepada orang yang kurang mampu. Bahkan diberi wajah yang bercahaya, itu untuk membersihkan kotornya batin dalam diri.

dokpri

Karena saat dialog, di situ ada nasehat. Hidup itu pasti ada ujian, ada cobaan. Tinggal kita yang menyikapinya, mau menjadikan hidup kita "lebih baik" atau "lebih pedih". Karena setiap masalah punya dua kebisaan. Bisa "menguatkan" atau bisa "menghancurkan".

Maka Nak, pilihan itu ada pada kamu. Kamu yang pilih mau jadi pemenang atau pecundang.

Maka, berjuanglah kamu untuk menjadi lebih baik. Menjadikan hati yang baik, bukan wajah yang indah. Karena hal-hal yang indah tidak selalu baik, tapi hal-hal yang baik akan selalu indah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline