Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Fakta Orang Indonesia, Membaca 30 Menit, Main Gawai 5,5 Jam Sehari

Diperbarui: 11 Desember 2019   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

arenalte.com

Banyak orang kaget. Ketika laporan Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 merilis peringkat membaca, matematika, dan sains Indonesia menurun alias jeblok. Skor kemampuan membaca, matematika, dan sains Indonesia hanya berada di urutan ke-72 dari 78 negara.

PISA 2018 yang diselenggarakan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menyebutkan skor kemampuan membaca Indoensia turun dari 397 poin ke 371 poin; matematika turun dari 386 poin ke 379 poin; namun sains turun dari 403 poin ke 396 poin.

Suka tidak suka, menurunnya nilai pengukuran PISA 2018 harus jadi cambuk untuk meningkatkan kemampuan membaca, matematika, dan sains anak-anak Indonesia. Bila perlu, dapat menjadi acuan untuk membenahi orientasi kebijakan politik pendidikan dan praktik pedagogi proses belajar mengajar selama ini.

Khusus untuk kemampuan membaca, survei PISA 2018 bisa jadi cerminan rendahnya tradisi baca orang Indonesia. Karena faktanya, orang Indonesia hanya memiliki durasi waktu membaca per hari rata-rata hanya 30-59 menit, kurang dari sejam.

Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Itu hasil penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017. Kondisi itu, tentu jauh di bawah standar UNESCO yang meminta agar waktu membaca tiap orang 4-6 jam per hari.

Itulah salah satu bukti budaya literasi dan tradisi baca di Indonesia masih sangat rendah. Angka membaca Indonesia sangat jauh tertinggal. Sementara masyarakat di negara maju rata-rata menghabiskan waktu membaca 6-8 jam per hari.

Anehnya, orang Indonesia membaca tidak lebih dari 1 jam sehari. Namun, mampu menghabiskan waktu 5,5 jam sehari untuk bermain gawai atau gadget.

Teknologi boleh makin maju. Tapi itu semua tidak menjamin budaya literasi di Indonesia makin baik. Orang makin kaya belum tentu makin peduli pada budaya literasi. Bahkan tidak sediki hari ini orang pintar yang meninggalkan kegiatan literasi.

Katanya era digital, era revolusi industri 4.0, tapi faktanya, justru banyak orang makin malas membaca, makin malas menulis. Maka wajar, budaya literasi makin dikebiri. Bahkan hari ini, budaya literasi dianggap cukup diseminarkan tanpa perlu aksi nyata.

Budaya literasi itu budaya membaca dan menulis. Masyarakat yang lebih gemar membaca dan menulis daripada berceloteh di media sosial atau menonton TV. Agak sulit menjadikan budaya literasi sebagai gaya hidup. Karena banyak orang hari ini, lebih senang budaya milenial, budaya serba instan, dan budaya gaya hidup.

dokpri

Maka di tengah memprihatinkannya budaya literasi di Indonesia, taman bacaan masyarakat atau perpustakaan mau tak mau harus mengambil peran yang lebih besar.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline