Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Saatnya Kaum Milenial Bangga Berbahasa Indonesia

Diperbarui: 4 November 2019   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bahasa bisa jadi tidak lagi menunjukkan bangsa.

Ketika generasi muda atau kaum milenial tidak lagi bangga berbahasa Indonesia. Di banyak momen, sikap bangga berbahasa Indonesia kian menipis. Bahkan tidak jarang, kaum milenial yang lebih mengutamakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Ada kesan, kaum milenial yang berbahasa asing lebih keren daripada yang berbahasa Indonesia. Belum lagi "banjirnya" nama-nama gedung, tempat wisata, kafe, dan objek keramaian lainnya yang berbahasa asing. Seolah, kita hidup di negeri asing bukan lagi di negeri sendiri; sang bumi pertiwi.

Bahasa pun bisa jadi tidak lagi menunjukkan jati diri bangsa.

Ketika pemakai bahasa Indonesia lebih memilih bahasa kebohongan (hoaks) dalam keseharian. Maraknya ujaran kebencian, hujatan, caci maki bahakan fitnah adalah tanda "perginya" jati diri bangsa secara perlahan. Mungkin, bahasa Indonesia suatu kali memang tidak lagi mencerminkan jiwa pemakai bahasanya. Akankah kaum milenial makin kehilangan identitasnya sebagai bangsa Indonesia? Semua itu, mungkin bisa dicek dari cara berbahasa dan budaya pergaulannya sehari-hari.

Sama sekali tidak benar. Bila menggunakan bahasa Indonesia dianggap derajatnya lebih rendah daripada bahasa Inggris atau bahasa asing. Semua bahasa itu sama. Sesuai dengan tempatnya, budayanya, dan manusianya. Tidak ada bahasa yang lebih keran dari bahasa lainnya. Karena bahasa memang bersifat universal. Apalagi bahasa Indonesia, dilahirkan dari sejarah perjuangan yang berdarah-darah. Hingga mendapat pengakuan di seantero nusantara dan dunia internasional. Bahasa Indonesia bagi kaum milenial, cukup "di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung".

Sudah saatnya, kaum milenial kembali bangga berbahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertengkaran apalagi permusuhan. Bahasa Indonesia bukan untuk memtegas perbedaan tapi memperjuangkan persamaan. Berbeda itu pasti tapi bersama itu pilihan. Karena bahasa Indonesia, sejatinya, bahasa yang menyatukan bangsa Indonesia. Bukan "bahasa asing" yang dipakai kaum yang gagal memperjuangkan mimpi-mimpi mereka.

Bangga berbahasa Indonesia.

Itu berarti kaum milenial ikut memperkuat jati diri bangsa. Berbahasa Indonesia berarti memperkokoh jiwa nasionalisme dan patriotisme terhadap Indonesia. Bahasa Indonesia pun menjadi simbol dan ciri terkuat NKRI yang tersebar di 34 provinsi di nusantara. Karena bahasa Indonesia, harus diakui, adalah alat komunikasi utama antarindividu, antarkelompok, dan antarmasyarakat dalam berbagai konteks kehidupan.

Cinta bahasa Indonesia bukan berarti menidakbolehkan bahasa asing. Cinta bahasa Indonesia berarti ada kemauan untuk mengenal, memahami, menghormati, dan menggunakan bahasa Indonesia. Kapan pun dan di manapun.

Bangga berbahasa Indonesia. Artinya mau menggunakan bahasa orang Indonesia; mau menghormati bahasa ibu, dan mau menguasai bahasa asing. Dan semua bahasa, ada tempatnya ada budayanya, da nada kebanggaaanya.

Maka sebagai wujud kecintaan dan kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia, sekelompok kaum milenial, mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI pun hadir dalam  Seminar Nasional Bulan Bahasa 2019 bertajuk "Mencintai Bahasa dan Sastra melalui Karya" dengan pembicara tunggal Syarifudin Yunus, Dosen Unindra -- penulis buku dan pegiat literasi Indonesia pada Sabtu, 2 November 2019 di Aula PLN Limo Depok. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline