Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Negara Dianggap Musuh, Manusia yang Belum Kelar dengan Diri Sendiri

Diperbarui: 5 Oktober 2019   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dokpri

Hari-hari belakangan, Negara ini makin gak asyik.

Demo di mana-mana dan terus-terusan. Kebakaran hutan dijadikan komoditi. Hampir semua yang gak benar dan gak becus, Negara yang disalahkan. Orang-orang zaman now, banyak yang jadikan "negara sebagai musuh". Entah, apa gerangan sebabnya?

Gaya manusia boleh sebakul. Gawainya pun canggih. Bahkan zamannya pun boleh serba digital. Omongannya revolusi industri. Tapi saying, pikirannya masih ortodoks. Dikit-dikit, yang disalahkan Negara. Negara dianggap musuh. Itulah sikap dan perilaku nyata dari "manusia yang belum kelar dengan diri sendiri".

Celotehnya banyak.  Komentarnya bejibun. Tapi semuanya hanya menyalahkan Negara.

Manusia yang yang gemar dan peduli sama urusan yang remeh-temeh. Urusan kecil yang dibesar-besarkan. Urusan cuma soal salah paham di dalam negeri katanya dari luar negeri. Dan akhirnya, Negara salah melulu. Dia sendiri benar terus. Sungguh, manusia yang belum kelar dengan diri sendiri.

Belum kelar dengan diri sendiri.

Adalah fakta, banyak orang seperti itu sekarang. Dan "belum kelar dengan diri sendiri" gak ada hubungannya sama pangkat atau jabatan. Apalagi status sosial dan harta. Karena itu soal mentalitas dan cara berpikir manusianya. Soal orang-orang yang "sangat mampu" menunjuk orang lain sebagai "biang kerok". Tapi "gagal" menunjuk dirinya sendiri; sudah berbuat apa agar gak jadi masalah?

Di mata orang-orang yang belum kelar dengan diri sendiri. Negara selalu jadi musuh. Orang lain di luar dirinya dianggap sebagai lawan. Sebabnya, karena dia "belum kelar dengan dirinya sendiri".

Manusia, siapapun, bila belum kelar dengan dirinya sendiri.

Sudah pasti, pikirannya jelek. Celotehannya buruk sangka. Negara dianggap musuh; orang lain dianggap lawan. Lebih banyak pesimis lalu skeptis. Karena mereka "tidak sedang berpijak di bumi". Tapi mereka sedang "hidup dalam mimpi dan harapan mereka". 

Konsekuensinya, masalah kecil dianggap besar. Masalahnya ada di diri sendiri. Tapi dianggap masalah akibat orang lain. Tiap kali di Negara ini ada masalah, diekspos dan dicaci-maki atas nama kritik.Sebut saja, belum kelar dengan diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline