Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka Beri Tips di DAAI TV dan TV Parlemen

Diperbarui: 11 September 2019   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Budaya literasi di Indonesia patut menjadi keprihatinan bersama. Pasalnya, justru di era serba digital, tradisi baca semakin pupus di kalangan anak-anak, bahkankaum dewasa. Belum lagi, soal masih adanya 3,4 juta kaum buta aksara di tengah era yang katanya serba digital. Sementera di sisi lain, Gerakan Literasi Nasional (GLN) dikumandangkan pemerintah, dengn harapan terbentuk budaya literasi di bumi nusantara ini.

Kontradiksi. Di satu sisi, tradisi baca masih rendah dan kaum buta kasara kian terpinggirkan. Di sisi lain, budaya literasi digaungkan walau terkesan "jauh panggang dari api", tidak sesuai harapan. Inilah keprihatinan bersama terkait budaya literasi di Indonesia.

Berangkat dari realitas itu dan dalam rangka Hari Aksara Internasional 8 September lalu, DAAI TV dan TV Parlemen mengangkat topik tentang tips dan strategi menerapkan budaya literasi agar bisa hidup tengah masyarakat.

 Tips dan kisah menggerakan budaya literasi inilah yang diberikan narasumber seorang pegiat literasi Indonesia, Syarifudin Yunus selaku Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka dan Penggagas GErakan BERantas Buta aksara (GeberBura) di Kaki Gunung Salak Bogor.

Bertajuk "Semangat Entaskan Buta Aksara", DAAI TV pada acara Halo Indonesia, Senin 9 September mengangkat persoalan buta aksara di Indonesia. Karena ternyata, di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor yang tidak jauh dari Jakarta masih terdapat kaum buta aksara.

 Adalah Syarifudin Yunus, Penggagas Gerakan BERantas Buta aksara (GeberBura) di Kaki Gunung Salak Bogor yang menjalankan aktivitas pemberantasa buta aksara secara rutin seminggu 2 kali kepada 8 ibu kaum buta aksara. 

Apa yang dihasilkan, setelah berjalan 10 bulan belakangan, para kaum buta aksara kini sudah bisa menulis nama, membuat tanda tangan, mengeja kata. 

Bahakn rutin belajar berkelanjutan agar tetap bisa membaca dan menulis. Uniknya, di GEBERBURA, para kaum buta aksara setelah belajar selalu mendapat "hadiah" berupa seliter beras, 3 bukung mie instan, atau bisa jajan bakso bareng.

"Saya menjalankan GEBERBURA sebagai gerakan berantas buta aksara adalah bagian dari tanggung jawab moral. Maka seminggu sekali, dari Jakarta saya datang khusus ke Kaki Gunung Salak untuk mengajar kaum buta aksara. 

Tidak mudah mengajar kaum buta aksara. Tapi demi martabat dan keberdayaan mereka di mata anak-anaknya, mereka harus bisa baca dan tulis" ujar Syarifudin Yunus, Penggagas GEBERBURA sekaligus pegiat literasi TBM Lentera Pustaka.

Lalu esoknya, Selasa 10 September 2019, Syarifudin Yunus yang berprofesi sebagai konsultan di DSS Consulting dan Dosen Pendidikan Bahasa di Universitas Indraprasta pun menjadi narasumber "Gerakan Literasi Nasional" di TV Parlemen dalam acara Suara Parlemen di Studio TV Perlemen di Komplek DPR-MPR RI Senayan. Sebagai bagian untuk membangun budaya literasi di anak-anak dan masyarakat Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline