Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Timbal Balik, Hikmah Idul Adha 1440 H

Diperbarui: 10 Agustus 2019   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Gema takbir berdengung di telinga kita. Malam ini, jelang Idul Adha 1440 H. Nun jauh di sana, berbondong-bondong saudara kita yang sedang ibadah haji ber-wukuf di Arafah. Ada tangis, ada syukur, bahkan ada introspeksi diri yang mengalir dari darah mereka. Teriring doa, semoga menjadi haji mabrur dan kian paripurna ketakwaannya.

Maka esok tiba saatnya. Ribuan ekor sapi dan kambing pun menangis haru. Nyawa hewan qurban pun hilang seketika. Tapi bukan pertanda duka. Namun tanda suka cita segera menghampiri kaum fakir miskin dan anak-anak yatim. Seutas senyum di bibir mereka tersungging. Nikmatnya daging hewan qurban. Buah kepedulian kaum yang mampu...

Karena di hari-hari kemarin. Atau mungkin lusa. Berapa banyak manusia yang masih takut kehilangan. Takut kehilangan pekerjaan, takut kehilangan kekuasaan, takut kehilangan harta, takut kehilangan jabatan dan takut-takut yang lainnya. Hidup yang penuh ketakutan, penuh kekhawatiram hingga jadi sebab hilangnya kepedulian pada sesama.

Lalu, kenapa takut kehilangan?
Bukankah hidup diayariatkan untuk timbal balik. Ada saat memberi ada saat menerima. Ada saat membenci ada saat mencintai. Ada saat kelebihan ada saat kekurangan. Semua itu lumrah, dan sangat realistis.

Karena hakikatnya, apa yang kita berikan akan kembali. Apa yang kita tanam akan tumbuh. Dan apa yang kita korbankan pun akan berbuah kebaikan. Karena semua yang ada, sudah cukup dan pas untuk kita. Maka Idul Adha 1440 H adalah momentum untuk menegaskan manusia. Bahwa "ada saat menabur; ada saat menuai..."
Hidup itu timbal balik.
Jangankan kekuasaan, harta, atau jabatan. Seperti sapi dan kambing, nyawa yang menempel pada tubuh manusia pun terlalu mudah untuk hilang secara tiba-tiba. Siapa yang menduga, kemarin sehat lalu esok sakit. Kemarin ada dan esok tiada ...

Seperti halnya rezeki, hidup pun berlangsung dengan perhitungan yang sering kita tidak sadari. Karena memang hidup itu adil, menurut hukum-Nya. Saat manusia memberi yang baik, maka baik pula yang didapat. Hidup, sungguh makin meegaskan "ada saat menabur, ada saat menuai"

Momen Idul Adha, sedikit saja. Untuk mengingatkan kita semua. Bahwa manusia bukanlah apa-apa, bukan pula siapa-siapa. Maka manusia pun tidak punya apa-apa. Karena yang dipunya hari ini, hanya titipan semata. Amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Hidup berjalan dalam koridor "timbal balik". Timbalnya di dunia, baliknya di akhirat. Wallahu a'lam bishowab.

Hidup itu timbal balik. Karena apapun yang ada di dunia bersifat hanya sementara. Harta dan jabatan hanya fatamorgana. Nyawa pun hanya pinjaman semata. Lalu, siapa yang menabur maka ia akan menuai.

Hukum timbal balik paling hakiki. Bahwa kehidupan ini Allah yang berikan, maka Allah pula yang akan mengambilnya. Apapun dan bagaimanapun manusia ikhtiar, maka semuanya sesuai dengan kehendak-Nya.

Maka di Idul Adha. Selalu ada timbal balik sebagai pijakan bersama. Sama-sama menbangun kepedulian, bukan keangkuhan. Sungguh sia-sia, bila hidup dipakai untuk menua dalam ketakutan dan kekhawatiran.

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1440 H.
MOHON MAAF LAHIR BATIN - SEMOGA MAKIN BERTAMBAH KEIMANAN KITA ... AMIIN @Kota Malang di kost-an sang maestro, 10 Agustus 2019 #IdulAdha1440H #HidupTimbalBalik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline