Setiap orang boleh ber-lebaran. Tapi tidak setiap orang mampu kembali ke fitrah, kembali ke kesucian. Maka fitrah, sama dengan selalu bersedia introspeksi diri.
Seperti kata pepatah "buruk rupa, cermin dibelah, buruk adab, dunia dinista". Pepatah itu mengingatkan manusia akan pentingnya introspeksi diri. Idul Fitri, bisa jadi momentum untuk menilai diri sendiri, sambil memasang cermin untuk melihat seberapa baik atau buruk diri kita untuk orang lain. Bukan sebaliknya, momen suci Idul Fitri malah digunakan untuk menebar kebencian dan menjelek-jelekan orang lain. Lagi lebaran atau lagi Idul Fitri? Mari introspeksi diri.
Fitrah itu ketika kita mau dan bersedia introspeksi diri.
Agar hati, pikiran, dan perilaku kita tidak terkotori oleh ucapan hina, sikap benci atau bahkan pikiran ekstrem. Apalagi di kedupan dunia yang fana ini. Setiap hari dirasuki pertarungan antara nafsu dan akal. Entah untuk apa dan mau apa? Maka, introspeksi diri-lah agar tetap menjaga fitrah. Seperti fitrah, introspeksi diri bukan hal yang gampang diperoleh. Introspeksi adalah sesuatu yang diusahakan lalu dipelihara. Agar kita tidak melulu menyalahkan orang lain. Tapi lebih melihat ke dalam diri sendiri.
Bila berbicara untuk berbagi, mendengar untuk mengetahui, bertindak untuk memahami, maka introspeksi diri untuk memperbaiki. Karena bila orang lain salah, apakah kita pasti benar?
Adalah wajar, bila manusia jengkel bila melihat orang lain berbuat salah. Adalah wajar kecewa, bila pilihan yang menang tidak sesuai dengan pilihan kita. Lalu, bila mereka menang, bila mereka tidak sesuai dengan harapan kita. Apakah mereka salah? Tentu tidak. Itulah momentum penting untuk kita melakukan muhasabah atau interopeksi diri. Agar kita lebih memahami kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.
Fitrah itu bersedia introspeksi diri.
Jarang introspeksi biasanya dirasuki sifat terlau mudah menyalahkan orang lain. Realitas apapun yang terjadi, dianggap salah orang lain. Pantas hati jadi kotor, pikiran jadi galau, dan perilaku jadi bodor.
Bila momen Idul Fitri adalah kembali ke fitrah, itu berarti kita ikhlas dan bersedia memaafkan apapun yang dilakukan orang lain kepada kita. Maka ke depannya, hanya introspeksi diri yang bisa menjaga kefitrahan kita. Karena kita percaya, bahwa setiap orang pasti baik. Hanya nafsu dan akal yang mempengaruhinya.
Fitrah itu introspeksi diri.
Agar kita lebih mau melihat ke dalam diri, bukan ke luar di orang lain. Agar kita mau memahami kelemahan pribadi sambil membuka ruang sikap rendah hati; untuk menyadari tiap manusia pasti punya kekeliruan dan kesalahan.