Fitrah, bisa jadi kata yang paling sering disebut orang pada saat Idul Fitri atau Lebaran
Tapi yang pasti, fitrah itu bukan soal fisik atau yang tampak kasat mata. Fitrah adalah persoalan batin, soal hati; sesuatu yang ada dalam diri manusia. Dalam bahasa Arab, fitrah dapat diartikan "membuka atau menguak" dan dapat dimaknakan sebagai asal kejadian manusia, keadaan yang suci, atau kembali ke asal. Lain halnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "fitrah" diartikan sebagai sifat asli, bakat, pembawaan perasaan keagamaan.
Jadi fitrah, bukanlah soal fisik melainkan batin.
Sepanjang manusia masih cinta pada dunia dan aksesorinya, maka fitrah sesungguhnya belum melekat pada dirinya. Fitrah itu tidak menghendaki penyakit cinta dunia tetap bersemayam dalam diri manusia. Adalah fitrah manusia cinta pada keindahan, tapi bukan berarti harus diperbudak oleh keindahan.
Buat sebagian orang, fitrah juga bisa dimaknai "kembali ke titik nol".
Karena setelah sebulan penuh ditempa ibadah puasa dan berjuang untuk melawan hawa nafsu. Maka bila berhasil (khusus yang berhasil), maka si manusia persis seperti dilahirkan kembali. Manusia yang dibebaskan (bukan terbebas) dari dosa dan salah, akibat mampu berjuang melawan hawa nafsu. Sebuah fitrah manusia dalam memperbaiki hubungan dengan Allah SWT maupun sesama manusia lainnya. Itulah fitrah.
Fitrah sama dengan kembali ke titik nol.
Karena angka nol adalah angka netral. Tidak plus tidak minus. Maka Idul Fitri seyogyanya menjadi simbol kefitrahan manusia; keadaan yang suci seperti asalnya lagi. Maka setelah itu, di tangan si manusia pula untuk kembali memilih "jalan kehidupan". Hidup yang mau lebih banyak nilai plus (+) atau minus (-); kehidupan yang berpihak kepada kebaikan atau keburukan.
Siapapun berhak kembali ke fitrah.
Karena selama puasa, setiap manusia sudah ditempa dengan ibadah wajib maupun sunnah. Da semuanya bermuara pada ada atau tidak adanya "bekas" tempaan selama puasa untuk menjadi lebih baik dalam hidup.
Fitrah itulah yang kemudian disebut menjadi manusia yang lebih takwa, lebih baik, lebih optimis. Fitrah bernilai plus (+). Tapi sebaliknya, bila puasa hanya sebatas ritual atau seremoni semata, lalu tidak "berbekas" dalam kehidupan selanjutnya. Apalagi di kehidupan esok, gagal untuk memperbaiki diri bahkan tidak menjadi lebih takwa, tidak lebih baik bahkan bersifat pesimis. Fitrah itu bernilai minus (-).