Indonesia pantas berduka. Ketika mendengar kabar Ibu Ani Yudhoyono meninggal dunia, 1 Juni 2019. Sosok Ibu Negara dari Presiden ke-6 Bapak Bambang Susilo Yudhoyono menghembuskan nafas terakhir di usia 67 tahun. Memang, saya tidak mengenal almarhumah. Tapi sebagai tokoh nasional, sangat pantas kita mendoakan agar almarhumah husnul khotimah. Apalagi di bulan suci Ramadhan 1440 H ini, insya Allah beliau mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Dan tentu, Pak SBY dan keluarga besar senantiasa diberi ketabahan dan keikhlasan.
Sehari ini, sangat mengusik pikiran saya. Saat melihat tayangan TV tentang persemayaman di rumah duka di Cikeas hingga pemakaman di TMP Kalibata. Dari beragam komentar dan narasi tentang sosok Ibu Ani, maka saya menyoretkan catatan ini. Sebutlah "Mengenang Kepergian Ibu Ani; Anak Kolong yang Memilih Jalan Tengah".
Kepergian Ibu Ani memang pantas dikenang.
Selain meninggal dunia di bulan suci Ramadhan, beliau pun menjadi simbol sosok wanita yang begitu dicintai masyarakat. Karena sepanjang jalan menuju ke TMP Kalibata, begitu banyaknya masyarakat yang berdiri dan berjejer di pinggir jalan. Untuk memberikan simpati dan penghormatan terakhir kepada Ibu Ani, wanita yang selama 10 tahun mendampingi suaminya sebagai presiden tanpa pamrih, tanpa mengenal lelah.
Bahkan sebelum divonis mengidap sakit kanker darah dan di saat suaminya sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden, beliau tetap melakukan aktivitas sosial dan kemanusiaan. Sebagai wujud cinta dan kontribusi nyata kepada bangsa dan negara, termasuk menekuni hobby-nya di bidang fotografi.
Mengenang kepergian Ibu Ani, saya menyebutnya "Anak Kolong yang Memilih Jalan Tengah".
Mengapa? Karena ada banyak pelajaran positif yang dipetik bangsa ini sebagai hikmah dari kepergian Ibu Ani. Apalagi di tengah hiruk-pikuk pasca pilpres yang belum kunjung usai, kepergian Ibu Ani patut dimaknai sebagai "siraman rohani" di bulan puasa untuk siapapun dan di manapun. Akan pentingnya memilih "jalan tengah" seperti yang dijalani Ibu Ani semasa hidupnya.
Ibu Ani, adalah anak kolong. Sebutan dalam bahasa sehari-hari untuk anak tentara atau anak yang besar di tangsi tentara. Karena beliau adalah anak dari Letjen Purn. Sarwo Eddie Wibowo, Komandan RPKAD yang cukup popular pada zamannya.
Sebagai anak kolong, seperti yang dinyatakan Pak SBY, ketika divonis sakit kanker darah ia menyatakan "pasrah tapi pantang menyerah". Artinya, Ibu Ani tidak mengeluh dan tetap menerima sakitnya dengan lapang dada namun ia bertekad untuk "melawan" sakitnya untuk tetap bisa sembuh.
Berbagai upaya medis telah dilakukan hingga pengobatan di NHU Singapore. Walau akhirnya, Allah SWT memangilnya. Kondisi sakit yang diderita beliau dengan tetap pasrah namun pantang menyerah, itulah sebuah jalan tengah.