Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Akibat Quick Count Pilpres 2019, Akal Sehat Tumbang

Diperbarui: 18 April 2019   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Siapa yang paling salah dalam pilpres 2019 kali ini? Bisa jadi jawabnya, quick count atau hitung cepat. Sekalipun sudah diatur quick count baru bisa dilakukan setelah 2 jam pencoblosan selesai, kini pihak yang tidak terima realitas quick count buru-buru membantah hasilnya. 

Sederhana sekali, bila hasil quick count sesuai dengan keinginan maka hasilnya diakui. Tapi bila quick count hasilnya tidak sesuai keinginan, orang-orang pintar itu bilang kita tunggu hasil penghitungan manual KPU. Betapa quick count mampu menumbangkan akal sehat manusia,

Giliran kemarin lagi kampanye, rajin banget mendukung dan memprovokasi lawan politiknya. Hingga bikin bingung rakyat, mana yang benar nama yang hoaks? Menabur kebencian dan fitnah. Agar bisa meraih kemenangan. Tapi sayang, begitu hasil quick count keluar. Semua proses ilmiah dianggap salah dan sulit diterima. Inilah tanda tumbangnya akal sehat. 

Patut diduga, bagi kaum yang tidak menerima quick count, mereka sedang terjebak pada euforia yang membuatnya lupa diri. Mereka kehilangan objektivitas. Lupa sama akal sehatnya. Akal sehat tumbang oleh pemujaan berlebihan. Nafsu kekuasaan telah menghancurkan akal sehat orang-orang pintar itu.

Mari kita lapang hati dan berjiwa besar. Menafsir tentang quick count dan akal sehat. Ibarat sebuah buku, quick count itu sekadar pengetahuan. Sekalipun kita masih menunggu penghitungan resmi dari KPU. Tentu, quick count dapat menjadi referensi tentang hasil pilpres yang berlangsung aman dan lancar tersebut. 

Sebagai bagian dari metode ilmiah, quick count tentu dapat dipertanggungjawabkan. Persis seperti kita sedang meneliti. Kita sepakat, quick count itu  bukan alat untuk kebohongan. Apalagi keberpihakan. 

Karena quick count pasti ada standar objektivitas, bersifat faktual, sistematis, dan transparan. Belum lagi soal reputasi lembaga survei penyelemggara quick count, tentu tidak sembarangan. 

Bila hari ini kita tidak bisa menghindar dari pengaruh teknologi, maka quick count pun bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang sulit berbohong atau curang. Karena diawasi jutaan pasang mata. 

Tapi jangan karena hasilnya sulit diterima. Maka kita bilang quick count abal-abal. Sebaliknya, bisa jadi kita yang telah merobohkan akal sehat kita sendiri.

Bukankah adanya penelitian dan ilmu pengetahuan pun untuk memudahkan manusia dalam menemukan kebenaran juga? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline