Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Kisah Kaum Penikmat Kopi

Diperbarui: 6 April 2019   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bagi sebagian orang, apalagi saya. Kopi itu candu. Tiada hari tanpa ngopi. Gak lengkap hari ini bila belum ngopi. Maka ngopilah dulu...

Secangkir kopi itu bukan soal harganya. Tapi maknanya yang luar biasa. Aroma khas kopi saja begitu menenangkan. Apalagi meneguknya, menjadikan semuanya kembali rileks. Tidak ada soal hidup yang boleh bikin terbelenggu. Mereka yang galau, gelisah bahkan resah jelang pilpres. Bisa jadi, mereka bukan kaum penikmat kopi.

Pada secangkir kopi selalu ada pelajaran hidup. Bisa manis, bisa pahit. Seperti kopi, hidup itu tidak selalu manis. Kadang pun pahit. Hebatnya secangkir kopi; kita selalu bisa melewati semua keadaan. Hingga tercipta kenikmatan yang tidak terhingga.

Kaum penikmat kopi sadar betul. 

Bahwa kopi, punya kelebihan tanpa perlu dibicarakan. Kopi juga punya kekurangan, tanpa perlu diperdebatkan. Sangat manusiawi, bila ada kelebihan pasti ada kekurangan. Kalo punya plus pasti punya minus. Jadi, rileks saja dan nikmatilah secangkir kopi.

Rileks seperti kaum penikmat kopi.

Karena saat pesan kopi di warung. Pelayannya mau jutek atau galak, penikmat kopi rikeks saja. Bila pelayannya santun dan menyenangkan pun gak masalah. Gak perlu gelisah, gak perlu ada tendensi apapun.

Begitu pula harusnya dunia politik.

Jelang pilpres rileks saja. Gak usah terpengaruh. Gak usah ikut membenci, apalagi mencaci-maki. Cukup tentukan sikap, tentukan pilihan saatnya nanti. Gak usah berisik, apalagi koar-koar yang gak perlu

Kaum penikmat kopi sudah tahu. Bahwa di dunia ini, hanya ada 2 tipe manusia:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline