Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

STBA LIA Perkuat Kompetensi Menulis Mahasiswa

Diperbarui: 14 Maret 2019   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bisa jadi, salah satu kekurangan mahasiswa adalah kemampuan menyusun kalimat. Tidak banyak mahasiswa yang memiliki kemampuan menulis sebagai refleksi dari cara berpikir yang runtut lagi logis. Maka wajar, seringkali mahasiswa kesulitan menyelesaikan studi saat skripsi karena kompetensi menulis yang tidak terlatih. Ilmu cukup tapi keterampilan menulis tergolong rendah. Kalimat yang disajikan jadi terasa janggal, sulit dimengerti, dan tidak memenuhi kaidah bahasa Indonesia.

Berangkat dari realitas itu, STBA LIA melalui mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib bertekad untuk memperkuat kemampuan menulis mahasiswa. Bahasa Indonesia untuk penulisan, begitu kira-kira penekanan yang dilakukan pada tiap perkuliahan.

Dibimbing dosen pengampu, Syarifudin Yunus, mahasiswa Prodi  Bahasa Inggris difokuskan bukan hanya mengetahui seluk beluk ilmu bahasa Indonesia. Tapi diarahkan pada menulis bahasa Indonesia sebagai kompetensi. Karena menulis adalah aktivitas yang harus dilakukan bukan dipelajari. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan kompetensi menulis ilmiah yang menjadi ciri utama mahasiswa di manapun.

"Melalui kuliah Bahasa lndonesia, saya melatih mahasiswa agar bisa dan berani menulis. Karena menulis bukan pelajaran tapi perilaku" ujar Syarifudin Yunus di Kampus STBA LIA Pengadegan.

Di Indonesia, kompetensi menulis ilmiah tergolong rendah. Hal ini dibuktikan hanya ada 0,8 artikel per satu juta penduduk Indonesia, sedangkan di India mencapai 12 artikel per satu juta penduduk. Bahkan dibandingkan negara-negara ASEAN, Indonesia Indonesia berada di posisi terendah dalam menulis ilmiah dibandingkan Malaysia, Singapura, atau Thailand.

Karena itu, upaya mengintensifkan perkuliahan berbasis menulis ilmiah sebagai kompetensi penting dilakukan. Di era milenial ini, mahasiswa pun dituntut harus lebih banyak menulis ilmiah, bukan menulis imajinasi.

Kuliah bahasa Indonesia pada akhirnya harus bermuara pada kompetensi menulis ilmiah. Karena saat menulis ilmuah, mahasiswa pun belajar untuk bersikap objektif, punya gaya bahasa yang impersonal, diksi yang lugas, serta kalimat yang efektif. Kompetensi menulis ilmiah akan menjadi cermin bahasa Indonesia yang baku. Sebab,  di era media sosial seperti sekarang, bahasa Indonesia harus mampu menunjukkan identitas sebagai bahasa yang egaliter, demokratis, dan tidak memandang kasta.

"Di kalangan anak muda dan akademisi, menulis ilmiah bagai jauh panggang dari api. Maka untuk menegakkan Bahasa Indonesia perlu dikampanyekan kompetensi menulis. Menulis harus jadi gaya hidup anak-anak muda" tambah Syarifudin Yunus.

Kompetensi menulis dengan sendirinya akan dapat meningkatkan minat mahasiswa dalam menulis ilmiah, di samping melatih kemampuan berbahasa Indonesia yang lugas dan sistematis.

 

Syarifudin Yunus menambahkan, menulis harus jadivkompetensi mahasiswa. Agar mahaiswa terbiasa dan berperilaku nyata dalam menuangkan ide atau gagasan ilmiah secara tertulis. Menulis ilmiah gagal karena banyak orang yang belajar menulis tapi tidak menulis. Sehingga,  bahasa yang dimiliki tidak terlatih dan seringkali ambigu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline