Prihatin. Di zaman yang serba modern dan serba digital seperti sekarang ternyata masih ada ibu-ibu yang masih buta huruf, tidak bisa baca tidak bisa tulis. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mereka?
Hanya butuh kepedulian dan aksi nyata untuk membantu kaum buta huruf di negeri ini.
Karena tanpa kepedulian, mereka tidak akan pernah terbebas dari keadaan buta huruf. Keadaan yang menjadikan mereka tetap tidak bisa membaca tidak bisa menulis sejak dilahirkan. Sementara di luar sana, betapa banyak orang hebat dan berpendidikan. Kaum buta huruf, bisa jadi kian terpinggirkan dan tidak berdaya.
Berangkat dari keadaan itulah, Syarifudin Yunus, Dosen Universitas Indraprasta PGRI yang sekaligus mahasiswa S3 Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak menginisiasi GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBER BURA) di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor untuk terjun langsung memberantas buta huruf. Mengajarkan ibu-ibu agar bisa membaca dan menulis.
"Setelah tahu di wilayah ini masih banyak kaum ibu dan bapak yang buta huruf. Saya menjalani saja dengan menyisihkan waktu untuk mengajar baca dan tulis mereka. Inilah warisan sosial yang bisa saya tinggalkan untuk sesama" ujar Syarifudin Yunus di pusat belajar GEBER BURA di Kaki Gn. Salak Bogor.
Terkadang, untuk peduli dan berkiprah secara nyata dalam memberantas buta huruf memang tidak butuh alasan. Cukup dikerjakan saja, sisihkan waktu dan bantu kaum buta huruf agar bisa membaca dan bisa menulis. Bagaimana mungkin di era yang serba canggih seperti sekarang, masih ada saudara-saudara kita yang buta huruf. Apa kata dunia? Bukankah mereka pun sama sekali tidak ingin dilahirkan dalam keadaan buta huruf?
"Suatu kali, kita tidak butuh alasan untuk peduli kepada orang lain. Saya sering balik bertanya kepada orang yang bertanya, kenapa harus ada alasan untuk menolong orang yang buta huruf? Tidak perlu alasan untuk peduli. Cukup lakukan saja dengan konsisten" tambah Syarifudin Yunus.
Setelah berhasil merintis Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka setahun lalu di tempat yang sama, Syarifudin Yunus menggagas GEBER BURA sebagai bukti kepedulian untuk membebaskan kaum ibu dari buta huruf. Saat ini ada 5 ibu yang ikut belajar baca dan tulis seminggu 2 kali. Walaupun masih banyak kaum buta huruf yang belum ikut serta. Memang, untuk memberantas buta huruf penuh tantangan. Di samping malu dan gengsi, budaya sadar untuk peduli kepada sesama memang belum optimal.
Syarif, begitu panggilannya, mencontohkan salah satu ibu yang buta huruf sangat senang akhirnya bisa ada yang mengajarkan membaca dan menulis. Puluhan tahun hidup tanpa ada yang mau peduli atas keadaannya tidak bisa baca. Si Ibu pun sedih karena tidak bisa memabntu anaknya yang sekolah saat ada pekerjaan rumah dari sekolah.
Maka sekali lagi, tidak ada perlu alasan untuk peduli kepada orang lain, peduli kepada kaum yang buta huruf. Sekecil apapun perbuatan dan ikhtiar yang dilakukan, selagi bisa membantu orang lain maka kerjakanlah.
"Hari ini zaman boleh maju, tapi tidak banyak orang yang peduli. Apalagi pada upaya memberantas buta huruf. Kerjakan saja yang bisa dilakukan, jangan ditunda-tunda. Karena peduli tidak perlu kaya, tidak perlu punya waktu senggang. Biar sederhana dan kecil, peduli dan bantu orang lain. Karena kita tidak pernah tahu, besok atau lusa, kita masih diberi kesempatan Tuhan untuk berbuat baik pada orang lain atau tidak" tegas Syarifudin Yunus.