Ini hanya sharing saja. Di zaman now, tampaknya sekolah ber-asrama memang lebih baik buat anak-anak kita. Maka Abi Umi, para orang tua, biarkan anak kita sekolah yang ber-asrama atau boarding school. Bila si anak yang meminta turutilah, jangan khawatir Abi dan Umi terpisah dari si buah hati selama sekolah. Tapi bila anak tidak meminta, tidak ada salahnya Abi dan Umi atau orang tua mulai memperkenalkan sekolah ber-asrama kepada si buah hati. Kan tak kenal maka tak sayang ...
Kenapa biarkan anak kita sekolah yang ber-asrama?
Jawabnya sederhana, agar orang tua tidak repot mendidik anak sepulang dari sekolah bila tidak di asrama. Karena sekolah ber-asarama atau boarding school, bukan semata-mata membangun kecerdasan akademik anak. Tapi jauh lebih penting, akhlak dan karakter anak yang mandiri pasti ada di anak-anak yang sekolah ber-asrama.
Sebagai contoh anak saya sendiri, Farid Nabil Elsyarif, tanpa terasa saat ini dia sudah duduk di Kelas 12 SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School (SMAN CMBBS) di Pandeglang Banten. Dan insya Allah Juli tahun 2019 ini pun akan selesai dari sekolah tersebut untuk melanjutkan kuliah. Ada hal yang patt saya sharing di sini. Bahwa anak-anak yang sekolah di asrama seperti di SMAN CMBBS, wajib disyukuri setiap orang tua yang seperti saya rasakan sendiri, tidak pernah merepotkan orang tua dalam mendidiknya. Bahkan saya bisa katakan, orang tua tinggal terima "produk jadi" pendidikan sekolah ber-asrama yang luar biasa. (syarifyunus.blogspot.com)
Sebagai contoh saja, anak-anak di SMAN CMBBS, setiap kali sholat harus di masjid. Tiap hari menjelang Maghrib hingga sholat Isya selalu berada di masjid untuk memperkuat hafalan Al Quran. Maklum, di SMAN CMBBS, setiap anak hingga lulus minimal harus hafal alias hafidz minimal 3 juz. Belum lagi dari sisi pergaulan, anak yang sekolah ber-asrama tidak mungkin bergaul atau main sepulang jam belajar di luar sekolah. Mereka harus ikut 2 aturan yaitu 1) aturan sekolah yang lebih bersifat akademik dan 2) aturan asrama yang lebih bersifat akhlak, etika, dan keagamaan. Bahkan hingga saat saya buat tulisan ini, smartphone anak saya yang suatu kali pernah dibawa ke sekolah, dalam keadaan di sita oleh wali asrama setelah ketahuan. Dan rencana baru dikembalikan saat kelulusan nanti di bulan Juni 2019. Semua contoh di atas, sangat jelas buat orang tua, dengan model pendidikan seperti di sekolah ber-asrama dapat dipastikan orang tua "tidak terlibat banyak" dalam mendidik anak. Bahkan saya bisa menyebutnya "terima jadi" anak-anak yang berkualitas dan berkarakter.
Jadi, biarkan anak kita sekolah ber-asrama atau boarding school.
Memang, buat seorang anak, hidup di asrama memang tidak seindah di rumah.
Di asrama, anak harus terbiasa mengurus dirinya sendiri. Dari mulai bangun pagi, sekolah, belajar, makan, membereskan tempat tidur, cuci pakaian, bahkan mengatur waktu. Berjuang mengatur dirinya sendiri; memandirikan diri tanpa ada orang tua.
Berbeda ketika anak ada di rumah. Semuanya serba terpenuhi, keinginannya bisa tercukupi. Karena ada orang tua, ada fasilitas di rumah. Bahkan ada kasih sayang yang rutin, setiap hari. Bertegur sapa, dicium, dipeluk, ditemani belajar, dibelikan apa yang dimau anak. Itu semua ada di rumah.
Bahkan justru bila mau jujur, saat ini yang paling sulit dikontrol orang tua, bahkan bisa jadi ketakutan Abi dan Umi adalah 1) gaya hidup anak yang kebablasan, 2) kebiasaan digital dengan bermain HP yang lupa waltu, dan 3) pergaulan yang sulit dideteksi. Kesibukan orang tua dan mungkin tidak cocoknya komunikasi dan gaya orang tua dengan anak bisa menjadi sebab "kerepotan tersendiri" dalam mendidik anak di rumah, khususnya bagi anak-anak yang sekolah tidak di boarding school. Maka orang tua yang anaknya di sekolah umum atau bukan boarding school seringkali ikut pontang-panting mengurus anaknya, minimal menasehati anaknya bila tidak mau disebut memarahi.