10 Desember, katanya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia.
Tapi di media sosial, hak asasi manusia itu sepertinya hanya pengetahuan, bukan perilaku. Kok begitu, ya lihat dan amati saja. Mereka yang rame sendiri, mereka yang ribut sendiri. Mereka yang merasa punya "angle" paling benar dalam melihat persoalan.
Konsep negara di mata orang media social (medsos) nyaris sempurna. Konsep pemimpin yang ideal ada di benak mereka. Bahkan tata kemasyarakatan yang ciamik pun ada di genggaman mereka. Tapi sayang, itu semua hanya ada di dunia maya, dunia kamuflase.
Di medsos, hak asasi manusia cuma sebatas pengetahuan. Bukan perilaku.
Hanya di medsos, arti kebebasan berpendapat bisa ditafsir sendiri-sendiri. Bebas sebebas-besanya. Bahkan bisa jadi, kebebasan bisa disalahgunakan. Entah, lewat WhatsApp, Facebook, Instagram, dan sebagainya. Kini hoaks, ujaran kebencian, caci-maki, bahkan perbuatan meremehkan orang lain pun makin merajalela.
Nyaris sempurna, tidak bisa dibedakan lagi berita yang benar atau berita yang tidak benar. Bahkan berita sederhan dibikin besar, atau sebaliknya, Saling berbantah, saling membenarkan .... Semuanya ada di medsos.
Masih adakah hak asasi manusia di medsos?
Bisa jadi masih ada, bisa jadi sudah punah. Tergantung kita melihat dari sisi mana?
Hak asasi di medsos sudah punah. Bila medsos hanya digunakan untuk memancing atau menyebarkan hal-hal yang negatif. Medsos yang digenggam para penebar hoaks, pengadu domba, pembuat fitnah, pembenci sejati atau menyebarkan provokasi untuk membenci kelompok tertentu. Punahlah sudah hak asasi di medsos.
Tapi hak asasi di medsos jelas masih ada. Ketika medsos tetap digunakan untuk menebar aktivitas yang positif, menyebarkan kisah inspirasi, bahkan untuk menjalin silaturahim yang hakiki sesuai "niat awal" ber-medsos. Apalagi bila warga medsos yang gemar berkolaborasi untuk membantu sesamanya yang kesusahan, membangun kepedulian. Sungguh medsos sangat positif.
Lalu, gimana hak asasi di medsos?