Mahasiswa S3 MP Unpak Komit Tebarkan Strategi Kooperatif daripada Kompetitif
Ini fakta. Zaman now, banyak orang yang lebih senang "bersaing" daripada bermitra. Seperti di dunia politik, banyak orang lebih gemar menebar permusuhan untuk meraih kekuasaan.
Persaingan dan nafsu bermusuhan telah "menghilangkan" potensi dan kekuatan kemitraan yang bisa menjadikan bangsa ini lebih besar dari sekarang. Sederhana, otak manusia zaman now lebih banyak dirasuki "competitive strategies" daripada "cooperative strategies". Lebih senang berkompetisi daripada bermitra.
Berkompetisi atau bermitra, memang hanya pilihan.
Tapi sayang, banyak orang yang hanya lebih senang memilih berkompetisi untuk menjadi lebih kuat, lebih berkuasa. Lalu mengabaikan kerjasama, meniadakan sikap kooperatif. Maka pantas akhirnya, banyak di antara kita yang lebih senang bermusuhan, berseberangan. Hingga lupa, bahwa kerjasama dan kebersamaan merupakan "suasana" yang paling didambakan setelah bermusuhan. Lagi-lagi, politik hari ini sungguh menabar aura permusuhan yang luar biasa.
Bagaimana dengan dunia pendidikan?
Tidak bisa dibantah, sadar tidak sadar, pendidikan harusnya mengandalkan strategi dan sikap kooperatif. Sikap dan perilaku yang mengutamakan kerjasama, kemitraaan. Seperti hubungan belajar antara dosen dengan mahasiswa atau guru dengan siswa.
Karena dengan pembelajaran kooperatif akan tercipta proses belajar yang melibatkan interaksi mahasiswa dan dosesn secara kooperatif sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif itu bertumpu pada program instruksional yang menempatkan mahasiswa dalam kelompok kecil bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Setidaknya, pembelajaran kooperatif dapat memberi kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif. Agar mahasiswa dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Kooperatif, menekankan kekuatan pada basis kelompok. Tidak hanya menerima apa yang disajikan oleh dosen, melainkan bisa juga belajar dari mahasiswa sesama pembelajar.
Maka pendidikan kooperatif, dosen bukan lagi berperan sebagai satu-satunya narasumber dalam proses belajar mengajar. Tetapi sebagai mediator, stabilisator dan manajer pembelajaran. Belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi mahasiswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupan di masyarakat.
Maka pendidikan yang kooperatif harus memenuhi beberapa karakteristik, sepert: 1) positive interdependence; adanya sikap saling ketergantungan, 2) individual accountability; adanya rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan, 3) face to face promotive interaction; adanya proses saling membelajarkan dan mendorong agar tujuan dan tugas dapat dikuasai, 4) appropriate use of collaborative skills; adanya rasa percaya, mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki keterampilan untuk mengatur konflik, dan 5) group processing; adanya upaya meraih keberhasilan kelompok agar lebih efektif.