Semua orang tidak ada yang menyangkal. Bahwa program pensiun penting. Bahwa menyiapkan dana pensiun untuk masa pesniun yang sejahtera pun penting.
Diskursus pentingnya mengoptimalkan industi dana pensiun di Indonesia sebagai urat nadi kesejahteraan masa pensiun dan pendanaan jangka panjang tercermin dalam penyelenggaraan Seminar Internasionl #1 Indonesia Retirement Outlook (IRO) pada 24-25 Oktober 2018 di Hotel Bidakara Jakarta.
Dengan menghadurkan 19 pembicara yang kompeten dan di depan 300 peserta, IRO 2018 yang digagas oleh Perkumpulan DPLK (PDPLK) dan Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) serta difasilitasai DSS Consulting ini mengambil tema "Revitalisasi Program Pensiun sebagai Indikator Kemajuan Negara dan Alternatif Pendanaan Jangka Panjang".
Dengan mempertimbangkan, UU No. 11/1992 tentang Dana Pensiun yang telah melebihi seperempat abad, aturan ini perlu disempurkan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman di era milenial. Apalagi menyongsong era Revolusi Industri 4.0/ Belum lagi, tingkat inklusi keuangan dana pensiun di Indonesia yang tergolong masih sangat rendah, hanya 4,6% (OJK, Des 2016) dari sekitar 50 juta pekerja formal dan 70 juta pekerja informal di Indonesia.
Hasil riset pun menunjukkan bahwa 70% orang Indonesia mengalami masalah keuangan di masa pensiun. Realitas itulah yang menjadi alasan perlunya upaya revitalisasi program pensiun di Indonesia. Agar dana pensiun mampu menjadi alternative pendanaan jangka panjang untuk pembangunan nasioanl, di samping dapat memastikan kualitas dan kesejahteraan pekerja di masa pensiun, di masa tidak bekerja lagi.
Apa yang terjadi di Seminar Internasional #1 Indonesia Retirement Oulook (IRO) 2018?
Fiona E. Stewart (Lead, Financial Sector -- World Bank) dalam pemaparannya menyebutkan bahwa industri dana pensiun seharusnya dapat lebih maju dari sekarang. Oleh karena itu, beberapa hal yang harus menjadi perhatian antara lain: 1) perlu adanya pemikiran yang holistik tentang dana pension; produk pensiun yang ada seharusnya tidak didasari atas "persaingan" tapi "pemenuhan manfaat kelayakan hidup di masa pensiun"
2) perlu adanya terobosan yang inovatif untuk menjangkau sektor informal, khususnya dalam pemanfaatan akses teknologi, 3) perluanya regulasi atau aturan yang mendukung investasi jangka panjang, 4) mampu membuat instrumen investasi untuk memenuhi kebutuhan dana pensiun, dan 5) memastikan berjalannya tata kelola dan pengawasan yang kuat di industri dana pensiun.
Di sisi lain, Hariyadi Sukamdani (Ketua Umum APINDO) menyatakan perlunya Industri Dana Pensiun untuk bersiap menghadapi masa depan, dana pensiun harus lebih banyak berinvestasi dalam teknologi keuangan (financial technology/fintech) untuk lebih memudahkan peserta dalam mengelola dan memantau dana pensiun mereka. Karena akses teknologi ini akan membuat dana pensiun menjadi lebih menarik di mata peserta. APINDO pun sangat berkomitmen terhadap industri dana pensiun.
Namun APINDO tetap memandang perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi d itataran regulasi atau payung hukum dan teknis pelaksanaan Program Jaminan Pensiun dengan pengaturan tentang Pesangon, JHT dan DPLK serta DPPK, sehingga terintegrasi semua. Oleh karena itu, APINDO memiliki komitmen untuk 1) mendorong perkembangan industri dana pensiun yang saat ini relatif kecil (Rp. 266 triliun, 11,7% dari total dana IKNB dan 1,85% terhadap PDB).
Hal ini dapat dilakukan lebih efektif bila harmonisasi regulasi Dana Pensiun dengan Pesangon dan Jaminan Hari Tua telah dilakukan dan 2) pemanfaatan bonus demografi yang akan terjadi sekitar tahun 2035 untuk meningkatakan jumlah peserta dari Dana Pensiun. Program sosialisasi dan promosi tentang Dana Pensiun harus dilakuan dengan baik, khususnya menggarap kepesertaan Dana Pensiun dari kaum millenial.