Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Wujudkan Generasi Literat Via Olimpiade Literasi Siswa

Diperbarui: 26 September 2018   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Zaman now, gak mudah mewujudkan generasi literat; generasi yang sadar akan pentingnya tradisi membaca dan menulis. Apalagi di tengah gempuran gawai dan teknologi informasi yang kian "tanpa batas". Dulu kita dibesarkan dalam tradisi lisan, kini dididik oleh tradisi "tontonan" dan "komentar". Tanpa pernah mengalami tradisi baca dan tulis. Konsekuensinya, anak-anak zaman now kian jauh dari buku, kian jauh dari tradisi menulis.

Berangkat dari realitas itu, Dinas Pendidikan SMP Wilayah 2 Jakarta Utara menggelar Olimpiade Literasi Siswa Nasional (OLSN) pada Selasa, 25 September 2018 di PKG Jakarta Utara. Ada 3 mata lomba, yaitu Lomba Debat Bahasa Indonesia, Lomba Cipta Cerpen, dan Lomba Storytelling yang diikuti 100-an siswa SMP di wilayah 2 Sudin Jakut.

"Acara OLSN Wilayah 2 Sudin Jakut ini digelar untuk memacu prestasi siswa, di samping mendekatkan dengan tradisi literasi baik membaca maupun menulis" ujar Iskandar, Pejabat Sudin Jakut saat pembukaan.

Bercermin dari Lomba Debat Bahasa Indonesia, yang diikuti oleh 25 SMP tampak bahwa gagasan untuk mewujudkan generasi literat, generasi yang sadar akan buku dan membaca menjadi sangat penting. Karena literasi, maka anak-anak akan punya kosa kata dan wawasan pengetahuan yang memadai saat berargumentasi maupun berdebat. Melalui babak penyisihan, semifinal dan final akhirnya diperoleh 4 tim terbaik sebagai Juara. Dewan juri lomba debat ini terdiri dari Syarifudin Yunus (Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Unindra), Sutrisno (Guru swasta) dan Primus (Guru swasta). 

"Lomba debat ini menjadi bukti bahwa anak-anak yang dekat dengan buku memiliki kekuatan bahasa dan pengetahuan yang lebih unggul. Maka kegiatan OLSN ini harus sering dilakukan" ujar Syarifudin Yunus, salah satu dewan juri debat saat penjurian.

Generasi literat, bukan hanya gagasan tapi harus diwujudkan. Waktu anak-anak untuk membaca buku dan menulis gagasannya harus diberi ruang yang cukup. Maka guru maupun orang tua, tidak boleh berdiam diri untuk "menghidupkan" tradisi literasi di kalangan anak-anak, termasuk siswa SMP.

dokumentasi pribadi

Mengapa generasi literat?

Karena suka tidak suka, hari ini makin banyak orang tua yang sudah enggan membelikan buku anak-anaknya. Mereka lebih senang memfasilitasi gaya hidup dan hobby anak daripada membaca atau menulis. 

Orang tua yang notabene memiliki tingkat pendidikan tinggi dan ekonomi berkecukupan, malah lebih berani merogoh saku lebih tebal untuk membeli kebutuhan anak yang bersifat konsumtif, fashion, gawai daripada membeli buku. Sementara yang ekonomi lemah, selalu dan selalu bilang tidak punya uang untuk membeli buku. Kadang, kasihan anak-anak kita.

Ketahuilah, minat baca rendah dan tradisi baca tidak ada. Maka daya saing anak-anak semakin lemah. Karena sungguh, tidak ada orang pintar dan hebat yang lagir dari tradisi tanpa buku. Sekali jauh dari buku, maka mereka lemah.

Generasi literat adalah generasi yang sadarcakan pentingnya buku, pentingnya membaca. Buku merupakan investasi masa depan. Buku bukan hanya jendela ilmu pengetahuan tapi bisa jadi media belajar yang mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak. Maka membaca buku harus dibiasakan karena tidak ada tradisi baca yang tumbuh secara otomatis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline