Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Sibuk Celoteh Orang-orang "Zaman Now"

Diperbarui: 8 September 2018   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Zaman now, makin banyak orang sibuk. Sibuk banget.

Tapi sayang, sibuknya untuk urusan yang gak penting. Kata orang, urusan remeh temeh, urusan yang kecil-kecil. Terus berbagi kekhawatiran kepada orang lain. Entah tujuannya apa? Membuat orang lain ikut khawatir, atau biar dibilang keren ....

Sibuk, untuk urusan yang kadang kita sendiri gak tahu banyak.

Semua hanya di permukaan saja. Lalu, sibuk menuding. Sebelah sana yang mulai, sebelah sini yang duluan. Emang apaan sih yang dimulai atau memulai? Sibuk banget.

Toh, menang jadi arang kalah jadi abu. Kenapa harus sibuk? Menang dibenci, kalah pun di bully. Menang dicaci, kalah pun kebiri. Lagi-lagi, sibuk urusan gak penting.

Memori "pikirannya" begitu besar tapi diisi file-file yang kecil. Anugerah "jiwanya" begitu luas tapi dirasuki pikiran yang sempit-sempit. Itulah kesibukan zaman now. Sibuk urusan yang gak penting. Bikin capek sendiri. Tapi sayang, sama sekali gak produktif.

Sibuk urusan gak penting. Ibarat komputer, mereknya canggih. Tapi memorinya dipakai untuk file-file yang gak berguan, gak penting. Kapasitasnya habis buat "simpan" hal-hal kecil yang gak penting. Setelah itu, teriak kehabisan ruang. Sehingga gak bisa lagi nampung hal-hal penting. Sibuk, ketika file penting "dikalahkan" file gak penting.

Sibuk meributkan hal yang gak penting.

Kadang kita lupa. Atau sengaja lupa. Kenapa ada orang yang merasa terganggu dengan hal-hal kecil yang sebenarnya gak akan berakibat apa-apa bila diabaikan. Dollar naik diributkan sementara makan di warteg masih enak. Asian Games keren diributkan tapi ikut nonton setiap hari.

Sibuk dan sibuk lagi. Mungkin di hari-hari ke depan pun begitu.

Berceloteh sambil "mengerdilkan" orang lain. Berkomentar sambil "menaifkan" realitas. Sungguh, itu semua terjadi karena "rasa sedih gelisah yang mengendap lebih lama daripada rasa senang gembira". Pesimisme yang sedikit tapi dibiarkan mampu "menghancurkan" optimisme yang banyak. Pikiran negatif yang lebih dominan dari positifnya. Sibuk berteriak. Bak mentalitas "korban" bukan "pelaku". Seolah, dialah yang menjadi korbannya. Mungkin begitu, kenapa gak?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline