Kelas bukan tempat untuk menyucikan diri, pengetahuan pun bukan ayat-ayat penuh dogma.
Pendidikan Indonesia adalah paradoks. Di satu sisi, setiap orang wajib sekolah setinggi mungkin namun setelah itu kepintaran dipakai untuk mecari kesalahan orang lain. Di sisi yang lain, kekisruhan dan kekacauan selalu yang menjadi "kambing hitam" dunia pendidikan. Berangkat dari paradoks pendidikan Indonesia, mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) meluncurkan antologi cerpen "Noda Di Ruang Kelas" di Kampus Unindra hari ini (4/7).
Setelah mengikuti kuliah Menulis Kreatif, melalui karya ini, mahasiswa ingin menyampaikan pesan bahwa "ruang kelas" bukanlah alat untuk menyucikan diri, dan pengetahuan pun bukan ayat-ayat penuh dogma. Antologi cerpen ini berisi kisah fiksi yang reflektif dan motivatif di kalangan anak muda. Ada 96 mahasiswa ikut menulis cerpen sebagai bukti keberanian dalam menulis.
"Zaman now, ruang kelas seringkali dianggap sebagai tempat menyucikan diri. Tapi pendidikan pun penuh dengan paradoks. Berapa banyak orang pintar yang gemar membenci. Antologi cerpen "Noda Di Ruang Kelas" ini dihadirkan sebagai renungan agar pendidikan dan ruang kelas harus dikembalikan ke hati. Hati adalah ruang kelas kita semua. Jangan ada nafsu yang bertebaran" ujar Syarifudin Yunus, dosen pengampu Menulis Kreatif saat acara peluncuran.
Cerita dalam antologi cerpen ini menekankan pentingnya pendidikan dan belajar dilandasi dari hati, bukan nafsu atau obsesi. Inilah antologi cerpen yang menyadarkan kita tentang pentingnya rasa cinta dan ketulusan. Untuk menjauh dari nafsu yang menggerayangi sebelum waktunya tiba.
Antologi cerpen "Noda Di Ruang Kelas" merupakan karya fiksi yang dikemas dengan cara yang berbeda. Berbeda cara belajarnya, prosesnya, hingga karyanya sebagai hasil akhir dari pembelajaran menulis kreatif selama satu semester. Berbekal pengalaman dan perasaan selama kuliah, mahasiswa diwajibkan menuliskan ke dalam bentuk cerpen. Karena setiap kita pasti punya kisah yang pantas untuk diceritakan.
"Di tengah nafsu berkuasa dan nafsu peradaban seperti sekarang, saya mengajarkan cara agar mereka bisa memaknai setiap fenomena dalam bentuk cerpen. Agar mahasiswa berani dan terbiasa menulis. Karena "ruang kelas" adalah tempat ekspresi hati dan pikiran kita" tambah Syarifudin Yunus.
Melalui antologi cerpen ini, pembaca diingatkan. Bahwa di dalam ruang kelas, bisa ada mimpi, nafsu, obsesi, keteladanan, bahkan noda. Dan semua itu tergantung kepada manusianya. Untuk apa belajar dan mau apa setelah belajar? Pendidikan harus dijalani dengan hati. Maka tidak akan pernah ada paradoks di dunia pendidikan.
Namun jauh lebih penting dari itu semua. Antologi cerpen ini menyiratkan akan pentingnya belajar sastra yang harus dimulai dan berakhir dari yang tertulis. Siapapun, harus mampu menorehkan ide kreatif-nya sendiri. Agar hidup zaman now pun, tidak penuh dengan paradoks. #MenulisKreatif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H