Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

"Genre Teks" antara Makna dan Perilaku

Diperbarui: 17 November 2017   13:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri


Teks sebagai bahasa, tentu dapat didekati melalui berbagai cara. Teks dapat menjadi kajian, dapat pula menjadi bahan pembelajaran. Bahkan teks, sangat berhubungan erat dengan naskah, sesuatu yang tertulis. Teks, sekali lagi patut dicermati bukan hanya oleh pemakainya bahasa. Tapi juga oleh para guru, dosen maupun praktisi.

Berangkat dari kesadaran akan pentingnya teks dalam bahasa Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia FBS UNJ menyelenggarakan kegiatan Seminar "Pemantapan Materi Genre Teks Bahasa Indonesia" di Kampus UNJ Rawamangun, hari ini Jumat, 17 November 2017.

Diikuti sekitar 35 guru dan praktisi bahasa, tampil sebagai pembicara antara lain: Dr. Agus Trianto (Universitas Bengkulu), Syarifudin Yunus (Ketua IKA BINDO UNJ - Dosen Unindra), Krisanjaya (Dosen UNJ), Erfi Firmansyah (Dosen UNJ), dan Helvy Tiana Rosa (Penulis dan Dosen UNJ).

"Kami berharap, acara ini dapat memberikan pencerahan dan wawasan baru terkait eksistensi teks bahasa Indonesia dalam berbagai wacana bahasa yang kini makin luas dan sulit dikontrol" ujar Dr. Miftahul Khaira, Koordinator Prodi Sastra Indonesia FBS UNJ saat memberi sambutan.

Dalam hal teks nonfiksi, Syarifudin Yunus memaparkan bahwa teks adalah naskah, sesuatu yang tertulis. Maka kajian teks, harus dimulai dari tulisan. Oleh karena itu, menulis menjadi hal yang mutlak dilakukan oleh siapapun, dalam bidang apapun. Maka membangun tradisi menulis, apalagi di kalangan guru sangat penting digalakkan. 

"Teks itu sesuatu yang kita tulis. Maka kita harus mulai dengan menulis. Resep sederhana menulis adalah banyak latihan dan lakukan berulang-ulang hingga jadi kebiasaan" ujar Syarifudin Yunus.

Di sisi lain, Helvy Tiana Rosa menyatakan mencermati teks fiksi khususnya dalam karya sastra apapun pada dasarnya harus bermuatan "rayuan". Semakin bisa mempengaruhi dan merayu pembaca, maka teks sastra sudah berhasil. 

"Dalam karya sastra apapun, kita harus mampu memainkaj kata-kata ke dalam teks yang bersifat merayu, membuat pembaca tertarik dan mau berlama-lama dengan karya kita" tambah Helvy Tiana Rosa.

Ke depan, genre teks bahasa Indonesia harus difokuskan pada perilaku yang dicirikan oleh teks. Bukan teks yang tertera dengan perilaku yang dijalankan berbeda. Spirit "teks" yang mencerminkan perilaku inilah yang perlu dikampanyekan ke seluruh kalangan pemakai bahasa, ke semua jenjang pendidikan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

Teks itu semakin efektif, bagi penulis atau pembaca, bagi pengajar maupun pembelajar bila "tidak ada lagi jarak" antara makna dan perilaku. Makna teks itu, perilakunya pun itu.

Karena genre teks, melambangkan diri kita dalam berbahasa. Ciamikk.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline