Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Anak Gadis dalam Peradaban Terkikis

Diperbarui: 11 Oktober 2017   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gak nyangka dan agak terkejut. Karena tanggal 11 Oktober diperingati sebagai Hari Gadis Internasional. Agak diskriminatif sih sebenarnya. Tapi karena gadis yang notabene perempuan merupakan sosok yang harus dihormati, dihargai. Karena "surga ada di telapak kaki ibu".... Karena sudah pasti perempuan, dulunya seorang gadis. Jadi buat lawan jenisnya, gak usah berharap ada "Hari Bujangan Internasional"...

Kenapa hari gadis?

Bisa jadi karena soal ketidak-setaraan gender. Seperti perjuangan R.A. Kartini dulu, tentang emansipasi wanita. Tentang perempuan yang harus setara dengan laki-laki. Dan jika dilihat hari ini, semua itu sudah terjadi. Justru saat ini, bicara anak gadis harusnya lebih difokuskan kepada soal peradaban gadis, adab anak perempuan. Apalagi di tengah "hantaman" peradaban global hingga milenial yang kian menyengat. Makin memporak-porandakan norma bahkan nilai-nilai agama.

Dulu anak gadis "seringkali" hidup di bawah bayang mitos-mitos yang dibangun orang tuanya. Mitos yang dapat dimaknai secara positif untuk melindungi anak gadisnya. Mitos-mitos seperti:

1. Gak boleh makan di depan pintu nanti jodohnya jauh.

2. Gak boleh makan di tempat tidur nanti jodohnya pemalas.

3. Gak boleh keluar rumah jika mau menikah, nanti akan dapat musibah.

4. Gak boleh mandi di waktuvmagrib nanti dicubit setan.

5. Gak boleh nyapu setengah-setengah, nanti jodohnya buruk.

6. Gak boleh makan nasinya tersisa, nanti jodohnya susah nyari rezeki.

7. Gak boleh bercermin di kaca yang pecah, nanti wajahnya akan buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline