Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Apa yang Dilakukan UNJ Setelah Rektor Diberhentikan?

Diperbarui: 28 September 2017   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Liputan6.com

Riuh-gemuruh, silang pendapat di UNJ harusnya sih sudah berakhir. Apalagi Kemenristek Dikti telah mengambil putusan untuk memberhentikan Rektor UNJ dan digantikan Plt. dari Ristek Dikti. Cukup sudah, semua sudah berakhir.

Tentu, kita gak mau fokus pada pertanyaan "kenapa diberhentikan?" karena sudah gak relevan. Jauh lebih penting sekarang dan ke depan adalah "apa yang akan dilakukan UNJ?"...

Patut menjadi hikmah.

Kisruh UNJ sejatinya "hanya" persoalan internal di Kampus UNJ sendiri. Jadi, belajarlah untuk "menyelesaikan masalah sendiri", gak usah libatkan orang lain atau pihak ketiga. Ibarat masalah rumah tangga, gak akan ada yang beres kalo melibatkan "orang luar". Bakal runtuh, bakal merebah lalu tiarap.

Masalah internal kampus. Selesaikan dengan akal sehat, saling berdialog hingga mendapat titik temu. Jika belum sepakat, rehatlah sejenak agar sedikit adem. Bukan malah bersiasat untuk "saling menjatuhkan, saling melaporkan". Gak apik, gak akademis. Duduk barenglah, sambil ngopi-ngopi. Ngobrol dengan bahasa yang santun. Insya Allah, gak ada soal yang gak bisa diselesaikan.

koleksi pribadi

Singkat saja. Jadi apa yang harus dilakukan UNJ pasca Rektor diberhentikan?

Sederhana saja. Segenap civitas akademika UNJ harus menyadari, sadar dan segeralah siuman untuk kembali ke marwah-nya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Kita punya Tri Dharma Perguruan Tinggi. Berhentilah di situ, berdiskusilah dan buktikanlah, itu sudah jauh dari cukup.

UNJ itu kampus. Bukan rumah tangga, bukan juga partai politik. UNJ harus "menghidupkan" tradisi akademis, tidak segampang pikiran rumah tangga; tapi gak seribet partai politik juga yang banyak kepentingannya. UNJ itu kampus...

Sebagai kampus, UNJ cukup fokus pada dua hal saja:

1. Hidupkan TRADISI AKADEMIS.

Sebuah tradisi yang gak dimiliki komunitas lain, yaitu dekat pada tradisi akademis; yang mampu memberi ruang untuk berdiskusi dan berdialog secara ilmiah bukan emosional, lebih cenderung ke prestasi daripada sensasi.

2. Akomodasikan KONFLIK Internal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline