Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Takut Kehilangan

Diperbarui: 10 September 2016   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehilangan nyawa, beberapa hari lagi. Begitu yang akan dilami banyak kambing dan sapi. Apakah mereka takut kehilangan? Beberapa hari lagi, banyak kambing dan sapi akan kehilangan nyawa? Mereka gak ada yang takut …. Karena mereka hewan.

Bagaimana dengan manusia?

Agak susah dijawab. Sebagian manusia tiddak takut kehilangan apapun. Sebagian yang lain mungkin takut. Takut gak punya uang, takut ditinggal pacar, takut kehilagan pekerjaan, takut takut dan takut …..Mereka takut apa yang sudah dimiliki tiba-tiba hilang tak berbekas. Takut kehilangan, lalu sedih dan menangis.

Kok bisa mereka takut kehilangan? Bukankah mereka dulunya juga tidak memiliki apa-apa. Dulunya mereka toh gak punya apa-apa, bahkan bukan siapa-siapa.

Mungkin karena sekarang. Mereka sudah pandai mencari, sudah terlalu lama memiliki. Hingga lupa, bahwa hakikatnya mereka gak punya apa-apa. Sekali lagi, takut kehilangan ….

Takut kehilangan. Apa aja takut hilang, takut kehilangan.
Rumah, mobil, pekerjaan, pacar, teman, pasangan hidup, gadget atau apa aja. Takut karena ingin terus memilikinya, ingin selalu menggenggamnya. Wajar dan manusiawi sekali.

Kasihan kambing dan sapi, sebentar lagi kehilangan nyawanya. Sementara manusia, banyak yang takut kehilangan. Apa saja….

Jangankan materi, jangankan barang. Nyawa yang menempel pada tubuh manusia pun, sungguh mudah untuk hilang secara tiba-tiba. Kemarin sehat esok belum tentu masih ada. Belum lam baru ketemu, besok belum tentu ketemu lagi … Sungguh, terlalu mudah untuk hilang atau dihilangkan.

Konon, ada seorang Bapak tua hendak menaiki bus. Saat ia menginjakkan kakinya ke tangga bus, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Pintu bus lalu tertutup, dan meluncur saja. Si Bapak tua gak bisa mengambilnya, gak bisa memungut sepatunya yang “hilang”. Sepatu yang tercopot sesaat sebelum menaiki bus.

Apa yang dilakukan si Bapak tua?

Si Bapak tua malah melepas sepatu sebelah lagi yang dipakainya. Ia melemparkannya ke luar jendela bus. Lalu, ia duduk dengan perasaan tenang.

Banyak orang di dalam bus terheran. Mengapa si Bapak tua bukan turun? Malah melemparkan sepatu sebelahnya. Seorang anak muda yang duduk di sebelah Bapak tua bertanya, ”mengapa Bapak melemparkan sepatu yang sebelah juga?”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline