Di mana ada cahaya, maka di situ pasti ada kegelapan. Begitu pula sebaliknya, di mana ada kegelapan maka di situ ada cahaya.
Begitulah hidup manusia. Lika-liku kehidupan, kata banyak orang. Maka wajar. Gak ada orang yang bisa mengulang atas semua cerita yang telah dilewati. Gak ada pula orag yang bisa membantah atas semua takdir yang telah dilalui.
Pilihannya, apakah tetap melaluinya dengan rasa syukur atau terus mengutuk diri akan nikmat yang terlewati. Manusia hanya ikhtiar. Selebihnya, ada ruang yang harus disadari. Bahwa ujung dari ikhtiar manusia gak ada yang bisa mengetahui. Karena itu, adalah ruang kehendak Allah.
Ada jalan terang, ada jalan gelap.
Sungguh, ajaran yang sederhana. Ada saat terang ada saat gelap dalam hidup. Terang dan gelap pun bisa berdekatan dalam satuan waktu. Ada jalan gelap, ada jalan terang. Maka berhati-hatilah, agar tidak terlempar dalam kegelapan. Atau terbelenggu dalam cahaya terang yang berlebihan.
Suatu kali, kita akan bilang: gelap adalah takdir dan cahaya terang adalah tuntunan.
Karena gak ada yang bisa menolak datangnya malam nan gelap. Gak ada juga yang mencegah ketika mati lampu tiba. Lalu kita bersegera mencari lilin, mencari sesuatu yang bisa membuat terang. Ketika di ruang gelap pun, kita berusaha untuk menerangi kegelapan.
Tapi ketika terang, berapa banyak dari kita yang lupa bersyukur. Bahkan tidak sedikit dari kita yang mencaci maki matahari karena terlalu panas memberi sinarnya.
Sungguh, ada saat gelap ada saat terang.
Banyak orang mengutuk kegelapan. Karena gelap baginya adalah kedukaan, kehampaan, kekosongan. kemiskinan, ketidakmampuan.
Tapi banyak orang lupa bersyukur di kala terang, ketika cahaya bersinar. Terangnya cahaya sebagai tanda kenikmatan, kesukaan, kelimpahan, kekayaan, kemampuan. Tidak banyak yang mau berbagi terangnya kepada orang lain.
Ada jalan gelap ada jalan terang. Itu hanya simbol.