Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Puasa: Tradisi Kecil di Rumah Surti

Diperbarui: 6 Juni 2016   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun, harus berani memaafkan. Atas aniaya yang terjadi pada diri kita. Karena sifat ghodhob atau marah terlalu mudah menjadi gumpalan dendam yang berkarat. Dan jika hati berkarat dendam, maka akan merusak jiwa. Hingga, tumbuh jadi kemunafikan.  Maka, obat paling mujarab untuk menyembuhkan ghodhobus syaitan, tidak lain adalah meminta maaf atau memaafkan.

####

Tepat pukul 20.40 WIB semalam, sholat tarawih baru saja usai di Masjid dekat rumah Surti. Ia berjalan kaki pulang, sambil menyingkap sajadah. Bulan suci Ramadhan telah tiba. Tanda ibadah puasa dimulai esok.

Setiba di rumah, belum lagi sajadah Surti diletakkan. Mukena pun urung dilepaskan. Ia menghampiri suaminya, Tono. Mendekat dan menatap dengan sendu. Surti menggapai tangan suaminya, sambil berkata, “Mas, selamat puasa ya. Maafkan saya lahir batin” ujar Surti sambil mencium tangan Tono.

“Iya Bu, sama-sama maafkan saya juga lahir batin. Semoga puasa tahun ini lebih berkah” jawab Tono sambil mengamini dalam hati. Kemudian, Tono memeluk dan mencium kening Surti.

Tak berapa lama, Surti dan Tono menghampiri ketiga anak mereka yang sedang asyik ngobrol. Di ruang tengah. Sambil menciumi kening anak-anaknya, Surti berucap,  “Mohon maaf lahir batin ya Nak. Selamat ibadah puasa” tutur Surti penuh cinta. Tono pun mengikutinya. Secara bergiliran, keluarga Surti saling meminta maaf satu sama lainnya. Menyambut datangnya bulan puasa.

Saling meminta maaf. Itu hanya tradisi kecil di rumah Surti. Tiap jelang bulan puasa. Ya, meminta maaf. Saling mengakui pernah berbuat salah di antara mereka. Sekalipun satu keluarga, pasti ada kesalahan yang pernah dibuat. Entah berupa kata-kata atau perbuatan. Karena Surti sadar, salah dan khilaf akan ada pada tiap diri manusia. Siapapun dia….

Tiap jelang puasa, keluarga Surti saling meminta maaf. Mencium tangan dan memeluk di antara mereka. Sebagai tanda cinta dan ketulusan. Sekali lagi, untuk meminta maaf.

Tradisi meminta maaf? Karena hakikatnya, manusia tak lepas dari salah dan dosa. Tiap manusia, pasti dan pernah berbuat salah. Disadari atau tidak. Kepada suami atau istri. Kepada anak atau orang tua. Bahkan salah kepada saudara, tetangga, teman. Meminta maaf, sungguh tak sulit bagi yang mau. Tapi tak mudah bagi yang enggan.

####

“Bu, kok Ibu minta maaf sama aku?” tanya Farah, anak Surti tiba-tiba.

Surti agak terkejut. Tak menyangka. “Iya Nak. Ibu kan sehari-hari dengan kamu di rumah. Ibu suka marahin kamu. Kesal sama kamu, lalu marah-marah karena kamu gak belajar. Membentak karena belum kerjakan PR sekolah. Itu semua salah Ibu, Nak. Karena itu, Ibu harus minta maaf. Dan, kamu juga harus mau memaafkan” jawab Surti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline