Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Kesemestaan Pendidikan Terletak pada "Values" Bukan "Knowledge"

Diperbarui: 25 Mei 2016   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

M LATIEF/KOMPAS.com. Ilustrasi siswa sekolah dasar

Apa kabar pendidikan kita hari ini?

Semoga baik-baik saja semuanya. Pendidiknya baik, anak didiknya baik. Begitulah harapan kita bersama. Demi terwujudnya kesemestaan pendidikan; pendidikan milik dan tanggung jawab bersama.    

Kita patut bersyukur, bahkan bangga. Karena di negeri ini, pendidikan maju pesat. Makin banyak orang pintar. Makin banyak orang yang gemar belajar, makin banyak orang yang sekolah tinggi-tinggi. 

Sekolah dan perguruan tinggi telah berhasil mencetak orang-orang pintar, orang-orang berpendidikan. Kita semua menyaksikan majunya peradaban bangsa, tentu berkat pendidikan. Itulah buah keberhasilan pendidikan.

Koleksi Pribadi

Tapi sayang, makin banyak orang pintar makin kompleks masalah bangsa. Mulai dari egoisme politik, perilaku koruptif hingga kejahatan seksual marak terjadi. Adakah semua itu terjadi karena pendidikan?

Saya yakin seyakinnya, bukan masalah bangsa ini terus terjadi bukan karena orang-orang pintar tidak mampu menyelesaikan masalah. Bukan pula karena kurang pengetahuan untuk memperbaiki negeri. Mungkin mereka hanya “kurang tahu” arti pendidikan. 

Kurang memahami kesemestaan pendidikan. Karena ketika sekolah dulu, kita lebih mementingkan knowledge dari pada values. Lebih banyak belajar tentang pengetahuan daripada nilai-nilai dan etika.

Maka akibatnya, banyak orang pintar di negeri ini namun dimensi nilai dan etika menjadi terabaikan. Pendidikan sebagai alat untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai dan karakter bangsa menjadi terpinggirkan.

Entah, mereka sebaiknya disebut kaum terpelajar atau terdidik ?

Mari kita tengok ke luar rumah, lihat di jalanan? Apa yang terjadi ?

Banyak pengendara yang ugal-ugalan, saling salip-menyalip. Seolah-olah, jalanan milik sendiri. Rambu lalu-lintas dilanggar. Semrawut dan tidak tertib. Semua orang ingin cepat dan buru-buru. Seakan tidak peduli akibat yang bisa terjadi. Kecelakaan atau nyawa melayang tidak lagi jadi masalah. Nilai-nilai pendidikan sudah tidak ada lagi di jalanan, bahkan di tempat-tempat umum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline