Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Surat untuk Pendidik, Anak Didik dan Kaum Terdidik (Hardiknas)

Diperbarui: 1 Mei 2016   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei

Pasti kita semua senang bermukin di negara yang pendidikannya maju pesat. Alhasil, banyak orang pintar di negeri ini. Sekolah dan perguruan tinggi telah berhasil mencetak orang-orang pintar, orang-orang berpendidikan. Sekali lagi, Selamat! Inilah buah keberhasilan pendidikan.

Surat untuk Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik

Jujur, saya sering mendengar dan melihat makin banyak orang-orang pintar di negeri ini. Hanya sayang, makin banyak orang pintar kok malah makin semrawut di negeri ini. Masalah bangsa bukan makin sedikit malah tambah banyak.

Saya sih yakin, bukan karena orang-orang pintar tidak ahli menyelesaikan masalah. Bukan pula karena kurang pengetahuan untuk memperbaiki negeri. Mungkin mereka hanya “kurang tahu” arti pendidikan. Mungkin waktu sekolah dulu, mereka hanya mementingkan penguasaan knowledge daripada value. Lebih banyak belajar pengetahuan daripada nilai-nilai dan etika.

Maka wajar, akibatnya banyak orang pintar di negeri ini seakan gak punya nilai dan moral yang berkarakter. Saya jadi makin bingung, mereka sebaiknya disebut kaum terpelajar atau terdidik ya?

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Coba deh ke luar rumah, lihat di jalanan? Kalo diperhatikan, banyak pengendara yang ugal-ugalan. Saling salip-menyalip. Seolah-olah, jalanan milik nenek moyangnya. Rambu lalu-lintas dilanggar. Gak ada yang mau antre lagi. Semua pengen cepat, buru-buru. Dan semua gak peduli akibat yang bisa terjadi. Keceakaan atau nyawa melayang seakan gak masalah. Lalu, apakah mereka bukan orang yang terdidik?

Bisa jadi, mereka waktu di sekolah dulu sering diajarkan untuk bekerja dengan cepat. Karena waktu adalah segalanya. Mereka memang sangat disiplin agar tiba di tempat tujuan tepat waktu. Tapi mereka lupa, cara untuk menghargai waktu adalah dengan kesabaran. Mungkin dulu di sekolah, mereka lebih banyak diajarkan kedisplinan tapi lupa menanamkan kesabaran. 

Terus jika terjadi kecelakaan, salah siapa? Nyawa loh taruhannya. Salah orang lain atau salah si orang pintar. Sungguh, semua itu harusnya bisa dicegah kalo mau bersabar dan gak usah buru-buru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline