Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Aku Bingung, Apa Sih Jaminan Pensiun (JP) ?

Diperbarui: 6 Juli 2015   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Efektif 1 Juli 2015, Pemerintah telah memberlakukan program Jaminan Pensiun (JP) melalui PP No. 45/2015. Besaran iuran program Jaminan Pensiun (JP) ditetapkan 3%, yang berasal dari pemberi kerja 2% dan dari pekerja 1%. Program JP akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai lembaga bentukan Pemerintah, yang dulu bernama Jamsostek. Program JP WAJIB, gak bisa ditawar lagi. Katanya amanat UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sedikit kronologisnya, program JP ini tadinya mengundang perdebatan. Penuh polemik, khususnya menyangkut besaran iuran. Ada yang minta 8%, ada yang 3%, dan ada yang usul 1,5%. Akhirnya “palu diketuk”, iuran di angka 3%. Tok, tok, tok jangan protes. Saking enaknya berdebat, akhirnya program JP lupa disosialisasikan. Ujuk-ujuk, tanggal 1 Juli 2015 lalu, PP keluar dan harus diimplementasikan. Ini berarti, seluruh pemberi kerja dan pekerja HARUS mulai membayar iuran JP yang 3%. Memang iuran yang tidak terlalu besar, tapi datangnya tiba-tiba. Kayak “petir di siang bolong”. Sekali lagi, untuk urusan regulasi baru, kenapa kita sering kurang sosialisasi? Kurang edukasi? Lalu nanti, menuai kritikan, protes dari banyak kalangan, apalagi di media sosial. Sungguh satu saja, KURANG SOSIALISASI. Termasuk soal program baru bernama Jaminan Pensiun (JP).

Ini sinyal. Apakah negara ini serius memikirkan masalah kesejahteraan pekerja? Menyangkut “nasib” puluhan juta atau bahkan ratusan juta pekerja di Indonesia. Boleh dibilang, terlalu ngegampangin, nganggap remeh. Untuk urusan “mengumpulkan” uang pekerja secara rutin tiap bulan, kok digampangin? Tanpa marketing, tanpa pemasaran. Tinggal “ngolek duit” dari pemberi kerja dan pekerja di seantero nusantara. Duh, urusan hari tua, urusan pensiun pekerja di negeri ini jadi “ngeri-ngeri sedap”. Caranya mengerikan, sosialisasinya bermasalah padahal niatnya baik. Sayang kan kalo punya program “niatnya baik” tapi malah dapat kecaman.

Jujur saja, program wajib Jaminan Pensiun (JP) sebenarnya sangat baik. Bisa jadi momentum buat kita semua untuk #SadarPENSIUN, sadar hari tua agar kita punya kecukupan dana di saat tidak bekerja lagi. Agar ada kesinambungan penghasilan pekerja di masa pensiun. Sungguh, program yang baik. Namun jangan lupa, program yang baik juga butuh sosialisasi yang baik. Butuh edukasi agar masyarakat, pekerja dan pemberi kerja bisa memahaminya dengan baik. Jadi, kita butuh SOSIALISASI yang baik. Butuh EDUKASI yang elegan. Bukan asal buat aturan doang. Semoga aja pemikir kebijakan di negara ini menyadari hal ini. Jika perlu, berlakukan saja masa transisi atau penundaan untuk SOSIALISASI. Tidak masalah ditunda agar programnya bisa dipahami semua pihak.

Nah terus, bagaimana dengan kita yang belum paham tentang program Jaminan Pensiun (JP)? Lalu, apa bedanya dengan program JHT (Jaminan Hari Tua) yang menuai kritikan karena aturan pencairan dananya diubah? Lantas, kalo pemberi kerja dan pekerja juga sudah punya program pensiun melalui DPLK, bagaimana? Karena itulah, kita butuh SOSIALISASI. Sekali lagi, sosialisasi agar semua pihak paham. Dan tidak bilang, AKU BINGUNG, APA SIH JAMINAN PENSIUN?

Karena itu, tulisan ini dibuat agar kita bisa memahami “sedikit” tentang program wajib yang namnya JAMINAN PENSIUN (JP). Agar kita tidak “frustasi” karena merasa sudah menyetor iuran 3% (2% dari pemberi kerja dan 1% dari pekerja). Kan gak mungkin kita kasih “uang iuran” untuk program yang tidak kita ketahui.
Sekali lagi, sosialisasi program JP ini penting. Karena banyak masyarakat termasuk pemberi kerja/pelaku usaha dan pekerja yang masih bingung.

Secara sederhana, program JP merupakan program wajib yang baru saja ditetapkan Pemerintah per 1 Juli 2015. Untuk memahami program Jaminan Pensiun (JP), ada beberapa hal yang patut diketahui masyarakat, termasuk pemberi kerja/pelaku usaha dan pekerja. Terkait dengan skema kesejahteraan pekerja di Indonesia yaitu sebagai berikut:

 

1. Program JP dengan iuran 3% (2% dari pemberi kerja dan 1% dari pekerja) merupakan program yang bersifat MANFAAT PASTI, bukan program iuran pasti. Batas maksimal (cap) gaji sebagai acuan perhitungan iuran JP adalah sebesar Rp. 7 juta per bulan. Artinya, pekerja dengan gaji di atas Rp. 7 juta per bulan akan tetap membayar iuran JP 3% saja. Manfaat pensiun berkala (bulanan) yang diperoleh pekerja dihitung secara aktuaria dan dipengaruhi oleh masa kepesertaaan, besaran gaji, dan usia pensiun. Ingat, di program MANFAAT PASTI, berapapun besar iuran, maka manfaat pensiun berkala yang diterima akan tetap sama. Karena manfaatnya sudah ditentukan duluan.

2. Program JP berbeda dengan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang sudah ada dengan iuran 5,7% (yang berasal dari emberi erja 3,7% dan pekerja 2%). Program JHT bersifat IURAN PASTI, yang berarti manfaat hari tua atau pensiun yang diperoleh merupakan akumulasi iuran yang disetor + hasil pengembangannya. Pembayaran JHT dilakukan secara sekaligus (lumpsum), tidak berkala. Jika mau fair, sebenarnya dana JHT memang baru bisa diambul jika sudah pensiun. Namanya juga JAMINAN HARI TUA, ya tentu untuk hari tua, bukan untuk di usia produkti, apapun alasannya.

3. Program JP dan JHT merupakan PROGRAM WAJIB yang ditetapkan Pemerintah sesuai UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), termasuk program wajib lainnya seperti Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang dikelola seluruhnya oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pemberi kerja atau pekerja WAJIB mencari tahu tentang apa dan bagaimana semua program tersebut, baik JHT, JP, JKM, dan JKK?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline