Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Puasanya Surti: Saat Aku Menyendiri ...

Diperbarui: 14 Juni 2016   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surti terkaget tiba-tiba. Ia mencari suaminya Tono. Di rumah. Sejak usai sholat tarawih, suaminya tak terlihat. Di lantai atas tidak ada. Di kamar, gelap karena lampu dimatikan. Tak terlihat. Mungkinkah Mas Tono ke rumah tetangga? pikir Surti. Surti kehilangan suaminya. Tak biasanya terjadi.

Dua jam sudah berlalu. Surti masih penasaran. Mencari suaminya. Di mana gerangan suaminya berada?
Ia membuka pintu kamar yang gelap. Lampu pun dinyalakan. Surti kembali terkaget. Tono suaminya sedang menangis. Sambil memutar tasbih. Hening. Dan Surti terdiam.


Tono menatap. Pelan. Diarahkan pada istrinya. Ia bertanya:
“Apa yang kamu cari, Bu?” tanya Tono singkat.

“Aduh Mas. Justru aku mencarimu sejak seusai sholat tarawih. Tadi aku sudah lihat ke kamar. Karena gelap, aku kira Mas tidak ada. Apa yang sedang kau lakukan Mas?” tanya Surti.

Tono terbangun dari duduk bersila. Mengemas sajadahnya. Lalu berkata:
“Sungguh, aku sedang menyendiri. Agama kita menyebutnya UZLAH. Menikmati indahnya berhubungan dengan Allah SWT. Sambil merasakan sepi dari manusia. Menyendiri sesekali itu perlu, Bu” terang Tono.

“Mengapa kamu harus menyendiri di kamar sambil bertasbih?” tanya Surti lagi.

“Ya, menyendiri saja. Tak ada alasan apapun bagiku untuk menyendiri. Di bulan puasa, biarkan diri kita bebas dari orang lain. Membiarkan diri kita menjadi diri sendiri. Menemukan cara yang lebih baik dalam berhubungan dengan sang pencipta” papar Tono.

“Memang, seberapa penting kamu harus menyendiri Mas?” tanya Surti penasaran.

“Itulah HIDUP manusia. Saat kita sedang menyendiri, sering dianggap kesepian. Lalu mereka berteriak mencari kita. Padahal, di saat kita bergaul bersama mereka, terkadang kita hanya diajarkan mencipta kepalsuan dan kepura-puraan. Kita terpaksa memakai “topeng”.” jelas Tono.

“Banyak orang ingin kita selalu bersama mereka. Tapi mereka juga sering tak mau menerima kita apa adanya. Dan kemarin atau hari ini, kita berkompromi dengan keadaan semu itu. Kita sering terpaksa menjadi diri yang bukan diri kita sesungguhnya. Kita menjadi pribadi seperti yang mereka mau. Lalu, batin kita berteriak. Mengapa semuanya ini terjadi?” lanjut Tono.

Surti terdiam sejenak. Merenung kata-kata suaminya. “Tapi bukankah menyendiri itu sebagai pelarian?” tanyanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline