Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Puasanya Surti (1): Minta Maaf & Tahan Diri

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mukena Surti belum lagi ditaruh. Usai tarawih semalam. Lalu ia mendekat ke arah Tono, suaminya. “Mas, jelang puasa esok. Maafkan saya lahir batin ya” ujar Surti sambil mencium tangan Tono.

“Iya Bu, sama-sama maafkan saya juga lahir batin. Semoga puasa kita berkah” jawab Tono sambil mengamini dalam hati. Seketika itu pula, Surti dan Tono menciumi kening ketiga anak mereka, sambil berucap, “Mohon maaf lahir batin ya Nak. Selamat ibadah puasa”. Secara bergiliran ...

Itu hanya tradisi kecil di rumah Surti tiap jelang bulan puasa. Ya, meminta maaf. Hanya meminta maaf. Mengapa? Karena manusia hakikatnya juga tempat salah dan dosa. Tidak ada manusia di dunia yang tidak pernah berbuat salah. Berbuat salah kepada orang lain. Baik disadari atau tanpa disadari.

“Bu, kok Ibu minta maaf ama aku?” kata Farah, anak Surti.

“Iya Nak. Ibu kan sehari-hari dengan kamu di rumah. Mungkin aja Ibu marahin kamu. Atau kamu yang menyuruh ibu dengan suara keras. Itu semua salah Nak. Jadi, kita harus minta maaf kalo berbuat salah” jawab Surti.

Mendengar obrolan Surti dan anaknya, Tono tergelitik. Ikut nimbrung.

“Satu lagi ya Nak, memang minta maaf itu baik dan bisa dilakukan kapan saja. Tapi yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, di saat kita tahu telah berbuat salah. Misalnya, kamu megambil uang tanpa Ibu ketahui. Dipakai jajan. Nah, setelah itu minta maaflah pada Ibu. Beri tahu segera dan jangan berlama-lama. Umur kita tidak ada yang tahu. Kita ikhtiar untuk meminta maaf sebelum ajal menjemput kita”.

Di bulan puasa, suatu kali, Malaikat Jibril pernah berdoa “Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal berikut: 1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada); 2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya. (Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254).

Sambil menonton TV. Anak Surti kembali bertanya, “Kalo lagi puasa, apa yang harus kita lakukan, Bu?”

Surti hanya seorang ibu biasa. Agak susah untuk menjelaskan kepada anaknya tentang puasa. Ia hanya terbiasa menjalankannya. Tanpa mau tahu mencari alasannya.

“Nak, yang ibu tahu, kita puasa untuk menahan diri. Menahan nafsu kita. Kalo tidak di bulan puasa, hidup kita seperti boleh semuanya. Makan, minum dan apa saja. Maka, dengan puasa kita belajar untuk menahan diri. Dari subuh hingga maghrib, kita tidak boleh makan, minum. Yang halal saja tidak boleh, apalagi yang haram” jelas Surti seadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline