Lihat ke Halaman Asli

Tidak Pantaskah Indonesia Disebut Negara Kafir?

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lain ladang lain belalang, lain ikan lain nama nya.

Lain orang lain cara pandang, walaupun kepala hampir sama botak nya.

Pantun yang manis menurut saya, untuk mengawali pembahasan kita kali ini. Lalu apa hubungan nya antara pantun dan judul postingan di atas . . .? ini lah jawaban nya.

Apa bila kita mengamati perjalanan pemerintahan Indonesia; Dan di bandingkan dengan Pemerintahan-Pemerintahan sebelum nya, terletak di bagian manakah sistem Pemerintahan kita sekarang ini . . .?.

a.Pemerintahan sistem Monarki, yang telah di terapkan ribuan tahun yang lalu oleh nenek moyang kita. Pada zaman Syailendra, Daha, Sriwijaya, Singosari, Mojopahit, di susul kerajaan Islam Demak, Mataram, Banten, Cirebon dan lain sebagai nya. Semua kerajaan-kerajaan terdahulu, yang memakai sistem Monarki hampir di pastikan dan memang tidak ada sejarah nya; Ada yang namanya DPR,Pilihan Raja secara lansung atau Yudikatif, yang menciptakan hukum, mengatur hukum, atau menguasai hukum. Karena sistem Monarki, semua perencanaan pembangunan Negara ada di tangan Raja. Anak raja di angkat menjadi Raja. Jadi tidak ada pemilihan umum. Sedangkan hukum di tangani Pemerintah secara lansung, karena masyarakat sangat menerima dan menghormati dan mempercayai, bahwa Raja adalah wakil dewa di Bumi untuk mengatur bumi. Atau Sultan ibarat wakil Tuhan dalam menjalan kan hukum dan keadilan. Intinya : Semua sistem Monarki baik yang di jalan kan berdasarkan Agama Budha, Hindu, maupun Islam bukan lah sistem kafir. Karena semua peraturan bertumpu pada Kitab suci. Baik Monarki Budha, Hindu, ataupun Islam.

b.Sekarang kita bandingkan dengan zaman kenabian. Pada zaman para Nabi; Nabi di angkat oleh Tuhan untuk menjadi tuntunan dan Pimpinan bagi umat nya. atau kata lain Pemimpin bagi masyarakat. Mungkin sistem inilah yang mengilhami ada nya sistem demokrasi di seluruh Dunia. Termasuk demokrasi modern yang di terap kan di Indonesia kita tercinta ini. Karena seorang Nabi di angkat menjadi Pemimpin tidak harus dia anak seorang Nabi. Atau Tuhan mengangkat Pemimpin umat atas dasar ketakwaan nya. Tetapi kalau memang demokrasi itu mencontoh cara Tuhan mengangkat hambanya menjadi pemimpn umat, mari kita kaji dan bandingkankedemokrasian kita saat ini. . .

1.Demokrasi fersi Tuhan; Pemimpin di angkat untuk menjadi contoh dan menjalankan firman. Kemudian menghasilkan sistem kebersamaan, kesetaraan, dan saling merasakan,. Ibarat manis sama di kecap, pahit sama di jilat. Akhir nya timbul perasaan senasib se penderitaan senasib seberuntungan. Tidak ada sistem oposisi pada zaman demokrasi ke Nabian.

2.Demokrasi fersi baru atau demokrasi modern. Pemimpin di pilih oleh rakyat, merasa mewakili suara Tuhan .Tetapi tidak di jalankan berdasarkan firman. Kalau toh ada yang mengatakan bahwa seorang Pemimpin harus orang takwa, tapi ternyata ketakwaan nya bukan berdasarkan Firman Tuhan. Karena kalau memang orang takwa yang sesungguh nya; dia tidak berfikir masalah gaji,otoritas atau fasilitas. Hanya patuh pada perintah Tuhan. Intinnya : Menurut pengamatan saya, para pemimpin demokrasi modern hanyalah orang takwa-takwaan atau ketakwaan palsu. Sedangkan hasil dari demokrasi modern: Adalah politik. Hasil dari politik: Adalah ketimpangan sosial. Karena walaupun orang bilang menghargai sesama warga Negara,tetapi politik tetap membedakan sesama warga Negara. Baik dengan dalih ijazah, gaji, fasilitas atau pun otoritas. Makanya di zaman demokrasi modern tidak ada slogan senasib sependeritaan dan senasib seberuntungan. Bahkan malah terjadi yang miskin mati busung lapar, yang kaya perut nya bertambah besar. Sistem nya kamu-kamu, aku-aku. Dan kenyataan seperti ini jelas jauh dari sifat atau ciri-ciri orang takwa. Sedangkan hukum, di jaman demokrasi modern bisa di buat, di jalankan, di pasarkan, atau di sembunyikan tergantung keperluan atau pesanaan orang-orang hukum itu sendiri. Dan satu lagi dalam demokrasi modern ada istilah oposisi. Kesimpulan nya: karena demokrasi modern yang di terapkan khususnya di Indonesia tidak bertumpu pada firman, atau Kitab suci, baik cara memilih Pemimpin, menerapkan hukum atau menjalan kan roda Pemerintahan; Apakah masih pantas sistem seperti itu di kata gorikan sebagai sistem yang berkeTuhanan atau berAgama. . .? .

Lalu bagaimana dengan pendapat para pembaca semua . . ?

Kepala hampir sama botak nya, tapi pendapat sudah pasti berbeda. Terserah anda . . . . . .

Salam Syarief budi aji Sumbermulya KALTIM




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline