Lihat ke Halaman Asli

Zaman Pintar; Tidak berharap Pemimpin “Goblog”.

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia memang berputar, supaya perkembangan waktu terus bergulir. Begitu pula peradaban manusia. Walaupun manusia tidak mengalami sistem metamorfosis, tetapi manusia terus-menerus mengalami evolusi. Dari bayi menjadi anak-anak, dari anak-anak menjadi remaja, dari remaja menjadi orang dewasa. Begitu seterus nya. yang tidak kalah penting dari sistem evolusi manusia, adalah peradaban. Kalau zaman dahulu, orang menyebut sebagai zaman jahiliyah atau zaman kebodohan, sekarang semua orang menyebut sebagai zaman modern. Ada yang bilang zaman canggih, zaman teknologi atau yang jelas bukan zaman bodoh lagi [ zaman pintar ]. Berarti satu langkah evolusi zaman telah berlalu. Dari bodoh ke pintar.

Mesti nya sekarang jangan ada lagi orang yang berpikir bahwa diri nya merasa “paling”. . . . . . . di antara kita. Apapun latar belakang pendidikan nya, apapun agamanya dan apapun sukubahasa nya. Kita sudah sama-sama hidup si zaman canggih atau bukan zaman bodoh. Yang jadi pejabat, seharus nya punya perasaan, bahwa masyarakat sekarang sudah pintar, tidak mudah di bohong-bohongi lagi. Yang jadi pemimpin juga harus tahu; bahwa orang yang di pimpin nya juga orang-orang pintar. Jangan di goblog-goblogin terus. Kalau sekarang masyarakat “akar rumput”yang miskin harus pontang-panting mengikuti peraturan pemerintah yang banyak membuat masyarakat tambah sengsara, itu bukan berarti masyarakat tidak mengerti. Tetapi karena masyarakat cenderung untuk mencoba mentaati peraturan-peraturan tersebut. Biar para pemimpin merasa puas. Tetapi kalau sistem “goblogin” rakyat seperti itu terus menerus di terapkan dan tidak ada perubahan, tentu rakyat akan “ngedumel” di belakang. Jangan-jangan justru para pejabat dan pemimpin yang goblog di zaman canggih ini. Masa bikin akta kelahiran, bikin sim, bikin sertivikat tanah, kaya gitu aja harus ke kabupaten. Sementara bikin KTP harus ke kecamatan. Iya kalau kota kabupaten nya dekat sihnggk apa-apa. Tapi rata-rata orang yang tinggal di kampung-kampung, jelas sangat jauh dari kkota kabupaten. Ini menyengsarakan. Apa tidak bisa bikin surat-surat kaya gitu aja di adakan di kampung-kampung. . .?atau paling tidak di kecamatan kek, biar agak dekat. Apa para pemimpin berfikir kalau pejabat-pejabat kampung pasti orang bodoh yang tidak bisa menerbit kan surat-surat kaya gitu . . .? . Jangan sampai ada yang bilang; kalau para pemimpin justru orang “goblog” yang tidak bisa membuat perubahan dan menyenangkan hati rakyat . . .

salam:    Syarief Budi Aji.

25/12/2011   . KALTIM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline