Lihat ke Halaman Asli

Syariatul Hasanah

Syariatul123

Point Of View

Diperbarui: 22 Desember 2021   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Manusia, entah itu kita atau mereka. Seringkali jatuh dalam mantik yang abu-abu. Terpesona dengan hal yang seharusnya tidak disorot dan diperhatikan, dan malah melupakan apa yang sebenarnya harus diperhatikan, kadang jatuh dalam realitas yang dianggap rupawan dan asyik dengan urusan-urusan yang akan senantiasa habis di makan oleh waktu. Sayang seribu sayang, manusia itu bisa jadi aku, kita atau mereka.

Kompleks, kata yang menggambarkan pemikiran dan perasaan manusia. Benar sekali, setiap kita seringkali merasa benar dengan ceritannya masing-masing, setiap pasang mata berhak memakai kacamatannya masing-masing.

Akhir-akhir ini melempar opini kian menjadi candu, merasa benar sendiri tak bisa di elakkan, setiap yang berkepentingan makin bersatu padu, tak pelak sering kali ego menjadi nomor satu. Bukankah melempar opini adalah hak setiap pribadi?. Ya benar, kamu punya interpretasi, mereka juga. Merasa benar itu mungkin biasa, tapi menyalahkan pendapat orang lain dengan mengklaim hanya pendapat kita yang benar itu bukanlah sikap yang bijaksana.

Semua orang sudah pasti punya rasa, ingin, dan tujuannya masing-masing. Memaksimalkan peran seharusnya menjadi titik focus, bukanlah men-judge bahwa peran kita yang paling baik. Semua kita adalah pilar-pilar pengokoh agar semesta tegak dalam posisinya yang terbaik.

Aku teringat dengan pesan indah dari film Into The Wild, McCandless pernah bilang: "happiness is only real when shared." Dari quote ini, aku belajar bahwa ketika ingin membahagiakan diri sendiri mulailah dengan membahagiakan orang lain. Karena bahagia yang terbaik adalah bahagia yang bersinergi. Tidak dipikul sendiri, tidak membuahkan beban, tapi saling membersamai dengan porsi peran masing-masing pribadi.

Memahami bahwa kita tidak akan powerless ketika kita dalah barisan. Saling menopang, bahu membahu dengan tidak merasa mempunyai peran paling banyak adalah kuncinya. Kontribusi kita sangat dibutuhkan, entah itu sebagai seorang guru, mahasiswa, dosen, petani, nelayan, ustad, insinyur, pedagang atau sekedar relawan. Semuanya punya porsi masing-masing dan tugas kita harusnya adalah memaksimalkan peran itu.

Seorang pelajar jadilah pelajar yang terbaik, seorang dosenpun harusnya meenjalankan perannya dengan cara terbaik, dan petani tentu punya perannya yang juga sangat kita butuhkan. Begitupun dengan profesi lainnya. Semua punya kontribusinya masing-masing. Lalu, jika ada seseorang yang rela hati menjalani multi peran harusnya tidak menjadi momok yang aneh, justru menjadi kebanggaan bagi kita bersama.

Misalnya nih, ada seorang perempuan menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, sebagai dosen dan pengusaha serta penulis sekaligus, harusnya kita jangan cepat menjudge bahwa dia akan menyia-nyiakan keluarganya dirumah. Cobalah mengambil sisi positif, jika perannya dibutuhkan dan dia mampu untuk itu, bukan kah seharusnya kita mendukung? Bukan sebaliknya, menghantam dengan berbagai isu. Semakin bertambah amanah, bukan berarti harus menguranginya, harusnya semakin menambah ladang pahala.

Maka dari sini, jangan ragu pada diri yang memiliki ingin pada jalan kebaikan. Melangkahlah, jangan sibuk dengan hiruk pikuk yang menjatuhkan, melemahkan langkah untuk berkontribusi. Berjelajahlah dengan arahan yang membawamu pada pada akhir yang satu. Karena tapak yang sedang kau bawa saat ini adalah jalan yang masih terus dinanti oleh takdir baik yang ada didepanmu.

Seiring berjalannya waktu, ada banyak pelajaran berharga sepanjang perjalanan. Masih hangat diingatan, dulu saat masih anak-anak yang difikirkan ya main doang. Tidak pernah terlintas untuk berkontribusi. Semakin kesini mulai sadar, ada banyak jalan untuk kebaikan. Pertanyaannya adalah mau atau tidak?.

Coba kita telisik lagi, banyak penulis yang rela menghabiskan waktunya didepan laptop/computer apakah itu hal yang sia-sia?, tidak sama sekali, percayalah mendokumentasikan ilmu akan menjadi amal jariyah bagi penulisnya. Bayangkan saja, semakin banyak tulisan dibaca, maka semakin banyak mamfaat yang bisa kita tularkan. Dan kalaupun nanti penulis itu mati, ilmunya kan tetap hidup. Kebayang gak amal jariyahnya? Maka mengambil bagian di peran ini sepertinya sangat perlu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline