Lihat ke Halaman Asli

M Syarbani Haira

Berkarya untuk Bangsa

Prabowo Ngeyel, Siapa yang Untung?

Diperbarui: 24 April 2019   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa sesungguhnya mereka ini, melantik Presiden dengan caranya sendiri. Ini konstitusional apa tidak ?

Sekitar Deklarasi kemenangan Prabowo

Tak ada yang aneh sebetulnya ketika Calon Presiden RI Pasangan Nomor urut 02, Prabowo Subianto, mendeklarasikan diri sebagai pemenang Pilpres 2019, tak lama setelah publikasi hitung cepat oleh sejumlah media dan TV. Prabowo pun mengklaim kemenangan mencapai 62 %, mengalahkan calon pertahana, Ir. H. Joko Widodo.

Ini tentu sangat paradok dengan hasil hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei, termasuk Kompas Group yang sempat "dituduh" sebagai pendukung Prabowo (karena trend beritanya yang dinilai pendukungnya cenderung merugikan Jokowi). Data hitung cepat tersebut memperlihatkan angka kemenangan calon pertahana, pasangan Jokowi Amin, dengan selisih hampir atau sekitar 2 digit, dalam kisaran antara 55 - 45 %.

Langkah deklarasi itu memang harus dilakukan oleh kelompok ini. Kenapa? Karena ada agenda besar yang ingin mereka bangun dari deklarasi kemenangan tersebut. Walau dari gestur yang bisa kita baca, kita lihat dan kita pandang, sesungguhnya Prabowo sendiri rada ragu2 untuk melakukannya. Apalagi pasangan setianya, Sandiaga Uno, tak ikut serta mendampingi Prabowo dalam 2 kali deklarasi kemenangan tersebut. Uno baru tampil sudah larut malam, dalam deklarasi yang ke-3. Itu pun dalam performance-nya yang seperti tidak bahagia.

Cara berpikir Calon Wapres Prabowo itu sungguh rasional. Selain saat itu hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei sudah  memberitakan kemenangan pasangan nomor urut 01, deklarasi mendahului hasil real qount versi KPU itu juga seperti lelucun. Dari sisi mana pun kita memandangnya itu sangat tak elok. Agama pun juga tidak mengijinkan. Sejumlah tokoh partai pendukung pun berbeda pandangan, seperti PKS dan PAN. Bahkan SBY, pimpinan Partai Demokrat menarik pasukannya, karena kurang setuju.

Namun karena keadaan, yang mungkin sangat memaksa, maka itu tetap saja terjadi. Masalahnya sekarang, siapa yang diuntungkan dari kejadian tersebut. Apakah Prabowo pribadi, atau Prabowo sebagai Calon Presiden bisa diuntungkan ? Nampaknya ini jauh antara panggang dengan api. Partai Gerindra pun juga tidak diuntungkan. Apalagi partai pendukung lainnya.

Lantas siapa ? Seperti kita ketahui, Pasangan Prabowo - Sandi secara resmi diusung oleh 4 Partai, yaitu Gerindra sendiri, PKS, PAN dan Demokrat. Pasangan ini juga didukung Partai Berkarya, dan sejumlah tokoh individu dan perkumpulan, seperti Kelompok Alumni 212, FPI, FUI, serta individu2 mantan pejuang khilafah, dsb.

Tiga kali Prabowo mendeklarasikan diri sebagai pemenang pilpres, selama tiga kali itu juga aktivis individu non partai itu terus bersama dengan setia mendampingi Prabowo, di tengah tokoh2 lainnya yang mulai tak kelihatan.

Kenapa mereka setia? Kenapa mereka mensupport deklarasi yang dinilai oleh banyak pihak "memalukan" itu. Ternyata, dengan cara itulah mereka mendapatkan panggung, panggung politik dan keuntungan politik. Kelompok mereka menjadi semakin solid, karena ada gerakan, ada "musuh", ada mainan, serta berdampak penguatan kelompoknya. Bagi kelompok ini, melawan rezim Jokowi itu termasuk persoalan hidup mati. Jika Prabowo sudah tak mau lagi mengakomodasi kehendak mereka, maka tak ada ruang bagi mereka buat ber main2 politik praktis. Keanggotaan mereka pun akan menjadi tidak kuat, bisa bercerai berai.

Jika kelompok ini, hanya terdiri dari Kelompok Alumni 212, FPI, FUI dan ex HTI, tentu power mereka tidak luar biasa. Meski HRS dari Mekkah berteriak sampai ke atas langit sekali pun, perjuangan mereka tak akan sehebat jika tak ada Prabowo.

Oleh karena itu bagi kelompok ini, termasuk tokoh mereka HRS di Mekkah, Prabowo harus menolak hasil Pemilu, yang salah satunya langkahnya adalah dengan cara mendekler sebagai pemenang pilpres. Selain itu juga dengan cara mendelegitimit KPU dengan alasan banyaknya kecurangan penyelenggara dan penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline