Lihat ke Halaman Asli

Menahan Arus Paham Radikalisme

Diperbarui: 10 Desember 2016   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi: ICRP Online.org

 Berbicara masalah radikalisme, tentu saja kita harus memahami pengertian dasar dari kata radikal dan istilah radikalisme. Istilah radikal dan radikalisme berasal dari bahasa latin “radix, radicis”. Menurut  The Concise Oxford Dictionary (1987), berarti akar, sumber, atau asal mula. Kamus ilmiah popular karya m. Dahlan al Barry terbitan Arkola Surabaya menuliskan bahwa radikal sama dengan menyeluruh, besar-besaran, keras, kokoh, dan tajam.

Kamus besar bahasa Indonesia memberikan makna terhadap istilah radikalisme sebagai 1) paham atau aliran yang radikal dalam politik; 2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; dan 3) sikap ekstrem dalam aliran politik.

Begitu pentingnya fenomena radikalisme dalam kehidupan manusia, wikipedia memberi pemaknaan tersendiri yaitu bahwa “radikalisme” adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.  Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.

Dan kini, paham radikalisme yang dikaitkan dengan Islam, mendapat suplemen dan energi yang besar dengan diproklamasikannya negara ISIS, yang di akhir kemudian diketahui merupakan alat propaganda kolaborasi politik internasional untuk mengadu domba dan memecah kesatuan umat dunia, sebagai akibat dari kebencian terhadap pertumbuhan dan perkembangan islam di dunia internasional.

Namun, nasi sudah menjadi bubur, benih kebencian sudah ditanam, bibit-bibit kejahatan sudah menjadi tunas-tunas baru yang tumbuh dan berkembang. Virus pahamradikal sudah menyebar ke mana-mana, masuk dan menyelinap ke rumah tangga dan bersenyawa membabi buta hingga ke desa-desa. Penyesalan memang bukanlah obat mujarab untuk menyembuhkan rasa sakit, namun tindakan terbaik saat ini adalah pengobatan yang tepat dengan menggunakan ramuan dan formula yang tepat agar virus bernama radikalisme itu tidak menjalar kemana-mana.

Sebagai negara yang memiliki kedaulatan baik secara politik, ideologi, kewilayahan dan pertahanan dan keamanan, sejak proklamasi kemerdekaan diproklamirkan oleh Presiden Soekarno, Indonesia harus tetap kokoh tegak berdiri sejajar dengan bangsa lain dengan tidak mengabaikan kesatuan dan persatuan yang sejak dulu diperjuangkan. Dan radikalisme yang sekarang berkembang dianggap memiliki potensi cukup besar untuk memicu terberainya ikatan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijunjung tinggi apalagi ditunjang dengan tersedianya kecanggihan infrastruktur teknologi informasi yang kini menjadi rujukan yang cukup penting untuk pengambilan keputusan.

Jika saja radikalisme dianggap sebagai paham untuk mempertahankan kebenaran yang sudah menjadi kesepakatan dalam skala kebangsaan, memang harus dipertahankan keberadaannya, sebab ia bisa mengikat tali untai persatuan dan kesatuan dalam wujud nasionalisme yang tinggi membela tanah air dan bangsa. Namun radikalisme tidaklah seperti itu, radikalisme yang berkembang memiliki kecenderungan memunculkan keburukan dan kerusakan bahkan melahirkan pelaku teror yang tak boleh dibiarkan menggurita menjadi virus raksasa yang mencengkram keutuhan bangsa.

Oleh sebab itu harus ada upaya yang simultan, dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing komponen anak bangsa menjadi garda terdepan menurunkan kadar tumbuhnya sikap radikalisme di masyarakat. Dan upaya itu disebut dengan deradikalisme.

Deradikalisme di kalangan mahasiswa dan pelajar

Sikap dan tindakan radikalisme yang melahirkan kejahatan terorisme tidak pernah dilakukan oleh orang tua yang renta, terorisme dilakukan oleh anak muda dan orang dewasa yang masih mempunyai tenaga yang besar untuk menggerakkan aksi terorisme. Tentu saja kekerasan akan dilakukan oleh orang yang masih enerjik, punya kekuatan mengangkat senjata serta pandai dan memiliki kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.  Artinya benih-benih radikalisme ditanamkan di benak anak muda yang sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa. Fakta lainnnya, menurut pakar psikologi yang juga guru besar psikologi universitas Indonesia (UI) Hamdi muluk mengakui, akhir-akhir ini, terutama di bulan Ramadan, pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia cenderung menurun. Artinya jika dalam masa pertumbuhan penuh diisi dengan pendidikan yang membangun karakter agamis (Islamis) maka gejala bertumbuhnya radikalisme akan mengecil dan menurun kadarnya.

Kedua pernyataan di atas boleh saja dijadikan titik tolak berpikir serta menjadi awal keberangkatan memangkas jalur tumbuhnya virus radikalisme, terutama di kalangan anak muda seperti pelajar dan mahasiswa. Kita mengetahui bahwa sekolah dan kampus dan pesantren adalah wahana tempat berkumpulnya anak muda melakukan studi, juga menjadi tempat yang relatif sangat baik menanamkan nilai-nilai luhur untuk membangun generasi berakhlak mulia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline