Seruan Bersama Tentang Larangan Duduk Mengangkang Di Aceh - Walikota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, Ketua DPRK, Saifuddin Yunus; Ketua MPU, Drs H Asnawi Abdullah MA, dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), H Usman Budiman, menandatangani Seruan Bersama Tentang Larangan Duduk Mengangkang Nomor 002/2013.
Seruan Bersama Tentang Larangan Duduk Mengangkang Di Aceh ini memuat empat butir penting, yaitu :
1. Perempuan dewasa yang dibonceng dengan sepeda motor oleh laki-laki muhrim, bukan muhrim, suami, maupun sesama perempuan agar tidak duduk mengangkang.
2. Di atas kendaraan baik sepeda motor, mobil atau kendaraan lainnya dilarang bersikap tidak sopan seperti berpelukan, berpegang-pegangan atau cara lain yang melanggar syariat Islam, budaya serta adat-istiadat masyarakat Aceh.
3. Bagi laki-laki maupun perempuan agar tidak melintasi tempat umum dengan memakai busana yang tidak menutup aurat, busana ketat dan hal-hal lain yang melanggar syariat Islam dan tata kesopanan dalam berpakaian.
4. Seluruh geuchik (Kepala Desa), imum mukim, camat, pimpinan instansi pemerintah atau lembaga swasta agar menyampaikan seruan ini kepada seluruh bawahannya dan semua lapisan masyarakat.
Seruan Seruan Bersama Tentang Larangan Duduk Mengangkang Di Aceh ini kita keluarkan untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah, menjaga nilai-nilai budaya dan adat-stiadat Aceh dalam pergaulan sehari-hari serta sebagai wujud dan upaya Pemko Lhokseumawe dalam mencegah maksiat secara terbuka, ungkap Walikota.
Pengecualian Seruan Bersama Tentang Larangan Duduk Mengangkang Di Aceh berlaku untuk : Terkait duduk mengangkang ini ada pengecualian, yaitu baru atau dapat dilakukan apabila mendesak dan terpaksa seperti melakukan perjalanan jauh, membawa anak-anak dan membonceng orang sakit.
Selain itu, Seruan Bersama Tentang Larangan Duduk Mengangkang Di Aceh ini juga disosialisasikan selama tiga bulan dan dilakukan pengawasan dan razia penertiban yang dilakukan bersama Wilayatul Hisbah. Setelah tahapan sosialisasi, ada kemungkinan kita akan mengeluarkan Peraturan Walikota yang mengatur persoalan ini. Usai penandatanganan, Walikota bersama DPRK, MPU dan MAA turun langsung menempel seruan ini seperti di Jalan Samudera dan tempat umum lainnya.
Kita turun langsung agar masyarakat lebih yakin dan dapat mengimplementasikan seruan ini. Disinggung adanya pro-kontra terhadap kebijakan duduk mengangkang, orang nomor satu di Lhokseumawe mengungkapkan wajar-wajar saja karena yang tidak setuju kemugkinan belum memahami adat-istiadat dan budaya Aceh yang penuh nilai-nilai islami. Saya sangat optimis menjaga adat istiadat dan budaya islami. Karenanya, dia mengajak masyarakat khususnya Kota Lhokseumawe untuk senantiasa melestarikan serta mempertahankan adat-istiadat dan budaya Aceh.
Sebelumya, di beberapa titik di Kota Lhokseumawe seperti di depan Masjid Islamic Center, Taman Riyadhah, di depan Kantor Walikota, DPRK, Pendopo, dan Waduk Keliling, terpasang sejumlah spanduk yang isinya mendukung penuh kebijakan Walikota Lhokseumawe tentang larangan duduk mengangkang dan melaksanakan syariat Islam secara kaffah. Spanduk ini dipasang beberapa LSM dan Ormas. Menurut informasi sedikitnya 30 spanduk terpasang sejak pagi sebelum Walikota menandatangani seruan tentang larangan duduk mengangkang.