Lihat ke Halaman Asli

Syamsul Rijal

pro-insani

Memimpin: Mengaplikasikan Spirit Muadz bin Jabal dalam Tugas Kepemimpinan

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Kami telah mengutus engkau (Muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan engkau tidak dimintai pertanggung jawaban tentang penghuni neraka. (alBaqarah: 119).

Kehadiran Rasulullah SAW ditengah-tengah kehidupan manusia , sebagai pengemban amanah dari Allah SWT haruslah dijadikan model bagi setiap orang yang akan diberi tugas mengemban amanah sebagai pemimpin. Kehadiran Rasulullah itu telah melekat padanya unsur kebenaran epistemologik, eksistensinya sebagai pembawa berita gembira yang bersifat mengayomi dan sekaligus melindungi dengan memberikan peringatan. Hal ini merupakan tiga komponen dasar penting yangmengantarkan Rasulullah sukses di dalam memimpin. Dalam konteks kekinian, sebagai bentuk kebenaran epistemologik, kehadiran seorang muslim sebagai pengemban amanah (baca:seorang pemimpin) sejatinya yang dikembangkan adalah membawa substansi kebenaran, tanpa kebenaran dan niat yang benar setiap kebijakan tidak akan selaras dan sebangun untuk diterapkan. Menegakkan kebenaran adalah sangat prinsipil, kebenaran haruslah ditegakkan. Hanya kebenaran yang bernuansa keadilan akan mendatangkan kemaslahatan. Sehingga perintah menegakkan kebenaran menjadi urgen. Lakukanlah kebenaran meskipun pahit. Karena di dalam kebenaran itu ada nilai esensi kemanusiaan dan esensi keridhaan Allah. Identifikasi, kehadiran seseorang sebagai pengemban amanah untuk menegakkan kebenaran haruslah diterima secara benar. Karena sesuatu yang diperoleh secara tidak benar pada gilirannya juga akan sulit untuk menerapkan kebenaran itu sendiri. Seseorang yang hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat untuk membawa perubahan haruslah mempertimbangkan dimensi kebenaran itu sendiri. Dalam hal kehadiran Rasulullah sebagai pembawa berita gembira hendaklah diaplikasikan seorang pemimpin bahwa Rasul adalah suri tauladan yang utama. Setiap dimensi kehidupan Rasulullah haruslah menjadi cerminan sikap dan prilaku yang menginspirasi seseorang dalam menjalankan tugastugas kepemimpinan. Jadikanlah diri seorang pemimpin itu memberikan nuansa kesejukan, memberikan motivasi untuk berbuat kebaikan, membawa berita gembira agar kehidupan orang menjadi optimistis serta punya harapan, bukan menjadikan kehidupan yang pesimis sehingga melumpuhkan etos kerja dan menghambat dinamika kehidupan yang seharusnya. Karena prinsip dasar seperti ini akan memunculkan sosok persoanalitas yang tidak hanya tampil sebagai inspirator juga akan tanpil untuk mengayomi, memberikan perlindungan, dengan memberikan peringatan akan bahaya tidak mengerjakan kebaikan dan kebenaran dalam konteks yang lebih luas di dalam berbagai dimensi kehidupan. Tiga filosofi dasar penting ini akan menghantarkan kepada kesuksesan membina umat yang dibutuhkan oleh setiap mereka yang mengemban amanah sebagai pemimpin.

Mengacu kepada hal tersebut, adalah bijak ketika seseorang memperhatikan sesuatu yang subtansial yang dilakukan oleh Muadz bin Jabal ketika mengemban amanah misi khusus dari Rasulullah untuk bertugas ke Yaman. Dikisahkan, bahwa filosofi pengutusan Muazd bin Jabal dapat dipetik beberapa hal bahwa Rasulullah memerintahkan Muadz bin Jabal setibanya di Yaman melakukan dakwah kepada kebenaran; dalam konteks ini lakukanlah konsolidasi dengan tokoh pemuka masyarakat setempat, seru mereka kepada jalan yang benar untuk menegakkan nilai-nilai tauhid di dalam dimensi kehidupan. Kalaupun hendak merubah perilaku mereka kepada jalan yang benar lakukanlah secara gradual tidak sporadis. Untuk mengetahui kesiapan mentalitas Muadz di dalam mengambil keputusan ketika menghadapi dinamika suatu persoalan Rasulullah menanyakan bagaimana sikap Muadz bin Jabal, beliau menjawab akan merujuk kepada alQuran , jika tdak kamu dapatkan, akan merujuk kepada Hadits dan jika tidak kamu dapatkan maka aku akan berijtihad untuk memutuskan perkara itu. Demikianlah pada gilirannya Muadz berhasil sukses melaksanakan tugas-tugasnya di Yaman.

Spirit apa yang dapat diperoleh dari peristiwa tersebutsebenarnya harus dijadikan acuan terpenting bagi seseorang yang menerima amanah tugas khusus kepemimpinan. Dalam konteks hari ini, secara faktual kita menyaksikan proses pergantian pimpinan pada setiap lini dan level kepemimpinan dilakukan melalui mekanisme yang telah diatur untuk itu.Setiap orang yang mengemban amanah dengan memperhatikan spirit yang dilakukan Muadz bin Jabal adalah cukup dijadikan panduan untuk mendulang sukses di dalam kepemimpinanya. Tentu saja langkah utama yang akan dilakukan seorang untuk memulai memimpin melakukan konsolidasi internal. Pada posisi ini Muadz menyerukan kepada kebaikan taat kepada nilai tauhid harus dijadikan substansi proses konsolidasi internal. Kebijakan Muadz untuk merujuk kepada alQuran dan Hadis adalah sebagai simbol sumber utama regulasi yang harus diterapkan. Pengemban amanah di dalam menelorkan kebijakan haruslah mengacu kepada aturan dan ketentuan yang berlaku. Sedangkan dalam konteks Muadz bin Jabal menggunakan ijtihadnya adalah sebagai simbol bahwa diperlukan memerhatikan kondisi sosial-budaya yang ada dengan memperhatikan regulasi yang ada untuk mengambil keputusan yang mendatangkan kemaslahatan. Karena dalam perspektif penalaran syrai’i prinsip ini harus digunakan sesesorang didalam berijtihad.

Setiap orang yang memegang teguh terhadap spirit tersebut tentu saja akan menuai kesuksesan gemilang. Misi yang diemban akan tercapai, lingkungan sosial tumbuh dinamis menuju tatanan komunitas yang diredhai Allah SWT. Sudah saatnya, dalam konteks penataan sosial-kemasyarakatan yang dinamis dan lslami merujuk kepada ketauladan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu agar menjadi pertimbangan bagi setiaporang yang akan memulai kerja mengemban amanah yang diterimanya sejatinya mempertimbangkan nilai moralitas amanah itu sendiri. Penerimaan amanah yang tidak secara amanah tidak akan melahirkan kepemimpinan yang amanah pula. Untuk menuju kepada pemimpin yang amanah lakukanlah konsolidasi internal dengan mengingatkan untuk mengajak kepada entitas kebenaran, memperhatikan real need masayarakat, memperhatikan regulasi yang ada serta memberikan kep[utusan yang bijak berdasarkan kepada regulasi yang ada. Atas dasar ini semua penegakan syraiah (baca; menciptakan manusia taat hukum) bukan dijadikan pilihan tetapi adalah sesuatu yang sejatinya ditegakkan. Inilah komponen dasar untuk menghantarkan komunitas yang berkeadilan menuju tatanan sosial yang dinamis sesuai dengan spirit telogis dan spirit zaman yang dilalui oleh masyarakat itu sendiri. Wallahu a’lam bi al-shawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline