Lihat ke Halaman Asli

Budayawan Erwan Suryanegara Gagas Taman Miniatur Sriwijaya

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1375230829835915743

[caption id="attachment_269732" align="alignleft" width="400" caption="Erwan Suryanegara, M.Sn"][/caption] Pelestarian dan perawatan situs cagar budaya peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan sangat tidak maksimal dan cenderung terabaikan. Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya terkesan berhenti sebatas teori tanpa praktik nyata. Budayawan Erwan Suryanegara pada beberapa waktu lalu, di ruang kerja dia di Universitas Indo Global Mandiri (IGM) mengemukakan hal tersebut. Menurut Erwan, sampai sekarang pencarian, penggalian, dan pencurian artefak-artefak peninggalan Kerajaan Sriwijaya oleh pihak-pihak tak berwenang terus berlangsung secara leluasa. “Berdasarkan kesaksian pekerja yang mendapat upahan dan bukti-bukti di lapangan, ada dugaan kuat artefak-artefak bernilai sejarah itu ditampung dan lalu dibawa ke luar negeri,” kata Erwan. “Indonesia belum terlambat, meskipun Singapura dan Malaysia sudah lebih dulu,” tegas Erwan. “Indonesia harus sesegera mungkin membangun Taman Miniatur Kerajaan Sriwijaya.” Di dalam taman miniatur itu, tambah Erwan, selain terdapat replika artefak-artefak, juga terdapat Center for Data and Studies of Srivijaya (Pusat Kajian Sriwijaya), lembaga Srivijaya Society (Masyarakat Sriwijaya), dan lain-lain fasilitas penunjang. “Alternatif lokasi taman miniatur yang kami tawarkan terletak di kawasan perbatasan antara Kota Palembang dan Kabupaten Banyasin atau antara Kota Palembang dan Kabupaten Ogan Ilir. Alasan Erwan, dengan alternatif lokasi itu artinya keberadaan taman miniatur tidak akan sedikit pun mengubah atau mengobok-obok cagar budaya yang ada. “Kami melalui Yayasan Kebudayaan Tandipulau telah menyusun draft komprehensif berisi dasar pemikiran dan konsep rancangan bangun taman miniatur itu lengkap dengan site plan-nya,” ungkap Erwan. Draft itu, menurut Erwan sudah diajukan ke Walikota Palembang untuk dibahas lebih lanjut. “Bukan cuma Indonesia, dunia internasional sangat berkepentingan dengan kebesaran Sriwijaya yang lebih kurang tujuh abad menjadi emporium penguasa di Nusantara, Semenanjung Malaya, Thailand, Kepulauan Filipina, Indocina (antara lain Vietnam, Kamboja, dan Burma), hingga kawasan selatan India.” Magister Seni alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memaparkan banyak hal tentang kerajaan Sriwijaya. Erwan bersama tim kerja dia di Yayasan Kebudayaan Tandipulau juga telah memproduksi film dokumenter, berjudul Napak Tilas Sriwijaya di Bumi Nusantara. Kerajaan Sriwijaya, ucap Erwan, merupakan salah satu kerajaan terbesar di dunia yang memiliki rentang waktu kekuasaan paling panjang, yaitu sampai tujuh abad. “Mayoritas arkeolog dan ahli sejarah berdasarkan hasil-hasil penelitian mereka sepakat menunjuk Palembang sebagai ibukota atau pusat Kerajaan Sriwijaya.” Keberadaan Sriwijaya, ungkap Erwan, lebih dahulu dikenal di Eropa melalui kronik-kronik Cina dan kronik-kronik Arab. “Nama Sriwijaya baru dikenal di Nusantara setelah arkeolog asal Perancis George Coedes menerbitkan buku berisikan hasil-hasil penelitian dia tentang Sriwijaya.” Banyak sekali buku dan tulisan tentang Sriwijaya diterbitkan di Eropa, terutama di Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat.” Tulisan ini telah dimuat dalam Tabloid  INFO POLISI Edisi 04/Tahun I/05-19 Mei 2012, halaman 16 Lihat juga: http://oase.kompas.com/read/2011/06/22/15582285/Budayawan.Mimpi.Bangun.Taman.Sriwijaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline