Lihat ke Halaman Asli

Tarawih dan Formasi 4-4-3

Diperbarui: 27 Mei 2017   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa hubungannya sepakbola dengan taraweh? Tidak ada. Hanya saja, setiap kali datang Bulan Suci Ramadan, para penceramah biasanya selalu bicara sepakbola dalam Kuliah Tujuh Menit (Kultum). Apa yang dikatakan para penceramah?

Mulai semalam, sejak pemerintah melalui Menteri Agama Lukman Saifuddin mengumumkan 1 Ramadan, pada Sabtu,  27 Mei 2017, kaum muslimin dan muslimat mulai mendatangi masjid, musala dan langgar. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai orangtua, sepertinya tidak mau melewatkan malam perdana Salat Taraweh.

Tak ayal, masjid yang memiliki daya tampung jamaah yang minim, terpaksa menggelar sajadah tambahan di teras dan halaman masjid. Bagi masjid yang menggunakan kipas angin, bukan pendingin ruangan, meluapnya jamaah dalam Salat Taraweh perdana, melahirkan hawa panas yang cukup menyengat. Belum lagi, bunyi petasan dan suara anak-anak, cukup menggangu konsentrasi jamaah untuk konsentrasi dalam salat.. Usai Salat Taraweh, dilanjutkan membaca Alquran bersama-sama (Tadarusan) sekitar satu sampai dua jam. Begitulah pemandangan yang terlihat tiap kali hari pertama Salat Taraweh.    

Korelasi sepakbola dan taraweh sering muncul dalam dua hal. Pertama, dapat ditandai dengan meluapnya para jamaah. Para penceramah Kultum sering mengatakan bahwa, ibarat kompetisi sepakbola, taraweh pada sepuluh hari pertama, disebut babak penyisihan.Setiap kesebelasan masih segar dan memiliki stamina yang sempurna. Ini bisa dilihat dengan tidak ada luang dalam saf-saf salat. Sepuluh hari kedua Ramadan, dapat dikatakan babak enam belas besar. Kalau hari pertama ada empat barisan saf salat, tinggal tiga barisan saf. Satu saf gugur dengan sendirinya.  Sampai dengan babak final, atau menjelang Hari Raya Idul Fitri, hanya tinggal satu saf. Dan merekalah inilah yang juara.

Kedua, jumlah rakaat taraweh 11 rakaat sering dianonimkan dengan formasi sepakbola. Formasi 4-4-3, atau masing-masing empat rakaat taraweh tambah tiga rakaat witir. Formasi ini lebih -disukai jamaah dibanding formasi 2+2+2+2+3 (tentu saja tidak ada formasi sepakbola seperti ini), yang lebih lamban.

Formasi 4+4+3 sering dimaknai dengan formasi menyerang. Dalam praktik Salat Taraweh, Imam yang bacaaanya cepat, tidak terlalu panjang, umumnya lebih disukai jamaah. Para jamaah pun sudah hafal imam-imam “yang tidak memiliki naluri menyerang”.

Apa pun, ibadah Puasa di Bulan Ramadan seperti halnya juga sepakbola sama-sama membutuhkan ketahanan fisik yang prima setiap saat. Fisik dan stamina yang kuat, membuka peluang bagi diri kita untuk beribadah dengan khusu menghadap Allah SWT. Begitu juga dengan sepakabola. Fisik dan stamina yang kendor, tidak hanya membuat diri kita kalah dalam permainan, tapi membuat permainan menjadi rusak.(syamsul hidayah)

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline