Lihat ke Halaman Asli

Syamsul Ardiansyah

Manusia Biasa dan Relawan Aksi Kemanusiaan

Mesir di Bawah Junta Militer

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12974500351008597969

[caption id="attachment_90220" align="aligncenter" width="610" caption="Komandan Tentara Mesir, Hassan al-Roweny, ketika berpidato di depan ribuan di Alun-alun Tahrir (Pembebasan), Kairo, 10 Februari 2011."][/caption] Menghadapi gelombang demonstrasi yang kian meninggi, Presiden Hosni Mobarak akhirnya mengundurkan diri. Pengumuman pengunduran diri Mobarak disampaikan oleh Wakil Presiden Omar Suleiman melalui siaran televisi, Jumat (11/02). Kini, Mesir berada dibawah kekuasaan Junta Militer. Menurut Omar Suleiman, Mobarak telah menunjuk Panglima Militer Mesir untuk memegang tampuk kekuasaan di negeri Piramida tersebut. Dengan demikian, kekuasaan pemerintah pun beralih ke tangan pemerintahan transisi dibawah kendali sebuah dewan tinggi militer yang dipimpin Menhas Hussein Tantawi. Sehari sebelum pengumuman pengunduran diri, Kamis (10/02), Komandan Tentara Mesir, Hassan al-Roweny, memberikan pidato di depan ribuan di Alun-alun Tahrir (Pembebasan), Kairo, yang menyatakan dukungan Militer terhadap gerakan rakyat di Mesir. Dalam pidato tersebut, al-Roweny juga meminta agar Hosni Mobarak segera meletakkan jabatan presiden yang sudah disandangnya selama 30 tahun. Kans militer untuk naik memegang kekuasaan sebenarnya telah terbaca melalui pertemuan petinggi militer mesir dengan pejabat pentagon pada 28 Januari 2011. Pertemuan tersebut sebenarnya tidak hanya memastikan kendali AS terhadap perkembangan politik di Mesir, dengan asumsi, Mobarak sudah tidak lagi bisa dipertahankan. Selain itu, tentu saja, untuk menyelamatkan investasi AS pada jajaran Militer Mesir. Kans militer semakin lebar pasca terjadinya bentrokan antara pendukung dengan penentang Mobarak. Bentrokan tersebut menyebabkan posisi Mobarak dan Oposisi berada menjadi tidak menguntungkan. Kalangan oposisi tidak bisa dengan leluasa mengajukan tuntutan maksimum untuk mengambil-alih kekuasaan politik secara langsung dari Mobarak. Sementara dari kubu Mobarak, bentrokan tersebut kian menggerus legitimasi politiknya dalam struktur kekuasaan di Mesir. Sikap “netral” militer Mesir dalam pertentangan tersebut melahirkan desakan agar Militer segera mengambil-alih kekuasaan dari tangan Mobarak. Awalnya Militer tidak bergeming dan seolah menunggu hasil negosiasi politik yang dilakukan Wakil Presiden Omar Suleiman dengan kalangan oposisi. Namun alotnya proses perundingan justru memperbesar desakan agar Militer meninggalkan sikap netralnya dan menentukan posisi. Pertanyaannya, apakah proses ini kebetulan karena desakan keadaan? Atau sesungguhnya by design? Simak tulisan saya sebelumnya - Mobarak (2011) dan Soeharto (1998) - Politik AS dibalik Sikap Moderat Militer Mesir - Bentrokan Sipil di Mesir Untungkan Militer Tulisan yang dimuat di blog saya yang lain: - Mesir Pasca Mobarak (Bagian 1); (Bagian 2); (Bagian 3); dan (Bagian 4) - Pluralisme Pasca Mobarak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline