Lihat ke Halaman Asli

Syamsul Ardiansyah

Manusia Biasa dan Relawan Aksi Kemanusiaan

Keretaku Celaka Lagi :(

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setahun ini, paling tidak satu bulan sekali saya menggunakan kereta api Jakarta-Solo atau Jakarta-Jogja. Karena saya bekerja di kantor yang berpusat di Solo dan ditempatkan untuk berada di Jakarta. Tiap kali "kedapatan" pulang atau datang dengan kereta, teman-teman di kantor selalu heran, "kenapa kamu begitu fanatik dengan kereta?"

Alasannya sederhana, saat ini, ongkos terbang Jakarta-Solo atau Jakarta-Jogja sudah hampir sama dengan tarif kereta api kelas eksekutif. Kisarannya antara Rp 200-300 ribu. Kadang, kalau sedang beruntung, kita bisa dapat tarif pesawat yang lebih murah dari tarif kereta.

Omongan itu benar. Saya sendiri membuktikannya. Kalau sedang malas berlama-lama di perjalanan, saya sengaja naik pesawat. Saya bisa berada di Solo dari Jakarta atau sebaliknya, hanya dalam waktu kira-kira satu jam. Kalau pun delay, selama ini, lamanya tidak selama perjalanan kereta api dari Jakarta ke Jogja atau Solo.

Meski begitu, saya tetap memprioritaskan kereta api sebagai moda transportasi utama untuk menopang perjalanan saya. Terlebih, kantor saya dekat dengan stasiun Gambir, sehingga lebih mudah dalam pengurusan perjalanan kerja dengan kereta. Begitu pula jika saya sedang berada di Solo dan hendak pulang ke Jakarta, saya selalu pergi ke Stasiun Balapan yang jarak tempuhnya kira-kira 15-30 menit daripada ke bandara Adi Sumarmo yang jaraknya dari kantor hanya sekitar 5-10 menit saja.

Di Jakarta sendiri, saya sebenarnya punya kendaraan sepeda motor. Sebelumnya, saya selalu berkendara dengan sepeda motor ke mana pun saya pergi. Hanya satu bulan terakhir sejak Lebaran, motor saya parkir di rumah dan setiap hari, urusan pergi atau pulang kantor, saya pakai kereta api KRL Jabotabek. Pikir saya, lebih efisien dari waktu dan biaya dan lebih aman daripada naik sepeda motor.

Sebenarnya saya tidak begitu fanatik dengan kereta. Tapi, saya berpikir, kita sebagai pengguna jalan, mulai berpikir lebih jauh dan mau mengubah sikap kita dalam bertransportasi. Kereta api, seperti halnya sarana angkutan massal lainnya di Indonesia memang bermasalah. Baik dari segi kuantitas maupun kualitas, semuanya bermasalah. Saya kira, jika kita mensurvey seluruh pengguna transportasi, khususnya kereta, semua akan bilang ada masalah.

Perbedaannya mungkin akan lebih banyak kentara ketika pertanyaannya digeser pada apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut? Saya memperkirakan akan ada tiga solusi besar yang akan diusulkan; (1) pindah ke moda transportasi massal ke pribadi; (2) pidah dari kereta api ke moda lain jika mampu; (3) bertahan karena terbatas kemampuan dengan pasrah bongkokan; (4) bertahan karena keterbatasan namun punya keinginan untuk bersama-sama mengubah keadaan.

Bila keempat jawaban itu yang disodorkan, saya akan pilih jawaban nomor (4) bertahan karena keterbatasan namun punya keinginan untuk bersama-sama mengubah keadaan. Saya yakin, tidak hanya saya yang akan memilih opsi itu. Ribuan bahkan mungkin jutaan orang yang biasa berkendara dengan kereta api akan memilih jawaban tersebut.

Selain karena keterbatasan finansial, saya sendiri berpandangan bahwa kereta api adalah ciri transportasi yang bermasa-depan. Kereta api adalah cikal-bakal Rapid Mass (and Cheap) Transportation. Saat ini, yang belum terpenuhi kereta api adalah aspek "rapid". Dari pengalaman saya, memang hanya beberapa yang telat, tapi waktu tempuh yang dibutuhkan dari satu tempat ke tempat lain masih terlalu lama dan mungkin paling lama di banding moda transportasi lainnya.

Selain rapid, aspek lain yang harus dibenahi adalah "safety". Sudah banyak cerita kereta tabrakan, terguling dari rel, dan lain sebagainya. Kejadian tabrakan kereta di Stasiun Patarukan, Pemalang dan kecelakaan di Stasiun Purwosari Solo pada Sabtu (2/10) ini menyakitkan dan paling aktual. Kurang lebih 33 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Di antara korban luka, terdapat seorang teman baik, yang terpaksa mendapatkan perawatan intensif akibat kejadian maut tersebut.

Sebagian besar disimpulkan karena "human error". Saya agak heran dengan kesimpulan ini. Jika human error, berarti tidak ada masalah dengan sistem (there's no error in system). Cuma, saya berpendapat, sesuatu bisa dikatakan sebagai human error jika hanya terjadi sekali dua kali. Jika human error tersebut sudah terjadi berulangkali, mohon-maaf, itu bukan lagi "human error" melainkan "System Error".Sistem yang dimaksud bukan cuma mesin-mesin dan komponen-komponen yang tersambung di dalamnya, melainkan keseluruhan sistem, mulai dari manajemen sampai maintenance.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline