Lihat ke Halaman Asli

Islam Fitrah; "Bahasa (Nafas) Persatuan"

Diperbarui: 23 Januari 2016   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillahirrahmanirrohim.

Allah’humma shalli ala Muhammad wa alihi Muhammad.

Bahasa Epistemologi adalah bahasa Jiwa “Kejujuran” dan “Powerfull be Faith”. Penulis pahami bahwa Indra mencerap dengan Kepolosannya begitu juga Rasio yang selalu menghendaki kebenaran atara fakta dan ide.

Ontologi filsafatpun focus pada Eksitensialism “KeberAdan” diantara keragaman. Sedangakan Konten pengkajian ontologi irfan berakhir pada DiriNya (dzat), hanya Allah ta’alah sendiri bersaksi bahwa tiada selainya, diri kita (sifat) terputus untuk sampai menyentuh dzatiNya, maka hanya ada satu-satunya harapan dan realis untuk samapai padaNya yakni melalui Nafaz yang ia ajarkan pada Hujjahnya “Arrishikuna fil ilm” sandaran seluruh Nilai “Rahmatan lil Alamin” dan sebagai suluk kepadaNya.

Namun bukan prihal diatas fokus bahasan, adapun penulis paparkan secara singkat agar pembaca nantinya tidak terlalu jauh sesat dalam memahi maksud penulis, minimal ada persinggungan antara mahfum penulis dan mahfum pembaca.

Perenungan penulis sekarang ini ihwal;

1. Bagaimana Diri kita (manusia) dalam mengaktualkan seluruh daya dengan relasinya terhadap kehidupan Kolektif?

2. Bagaimana Islam sebagai “jalan” mampu menjawab keragaman di alam?

Hidup secara kolektif tidak terlepas dari pelbagai indikasi adanya tendesi-tendensi dari interen (persepsi) maupun eksteren (pahaman) yang disinyalir mampu merubah akar kehidupan (budaya, hukum dan etika) individu-sosial.

Problematik manusia (in-sos) ialah prihal eksistens (pengakuan) tetang adanya dirinya melalui perbuatan-perbuatan yang ia kehendaki dengan keadaan sadar/tidak sadari. Dari pelbagai aspek nilai manusia kontemporer dewasa ini dihadapakan dengan kondisi modernis yang penuh dengan warna dan kebisiangan sehingga manusia terjebak dengan opsi-opsi (varian) material-non-material yang menghegemoni aspek lahiriahnya yakni mental dan aspek batiniahnya yakni qolbu.

Dengan ditopang semangat kebebasan, sebagian manusia mengaktualkan seluruh daya lahiriah dan batiniah atau fitrahnya. Manusia yang mengedepankan kebebasan memiliki aspek determinan yang dibentuk dari kondisi eksternal (sosio-historis) serta kondisi internal (psikologi).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline