Lihat ke Halaman Asli

Syamsuddin

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Mengenal Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren: Sebuah Pengantar Singkat

Diperbarui: 17 September 2024   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kajian mengenai pendidikan karakter di Pondok Pesantren adalah topik yang penting dan menarik. Ada beberapa alasan yang mendasari pentingnya mengkaji konsep dan pelaksanaan pendidikan karakter di lembaga ini. Pertama, tujuan luhur bangsa kita, yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa," sebagaimana diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). 

UUD 45 Pasal 31 ayat 3 menjelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, serta akhlak mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan undang-undang. Pasal 31 ayat 5 juga menyatakan bahwa pemerintah harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi sambil mempertahankan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.

Ini menunjukkan bahwa secara konstitusi, pendidikan memiliki peran strategis dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang beriman, cerdas, dan menjunjung tinggi persatuan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Tujuan dan arah pendidikan nasional dalam UUD 45 Pasal 31 ini juga dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi diri secara aktif, termasuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang dibutuhkan.

Fungsi tujuan pendidikan nasional menurut UU Sisdiknas adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah agar peserta didik berkembang menjadi individu yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari sini terlihat bahwa pendidikan nasional memandang iman, takwa, dan akhlak mulia sebagai tujuan utama. Namun, dalam prakteknya, pendidikan sering kali belum efektif dalam membentuk karakter iman, takwa, dan akhlak mulia. Kasus-kasus kriminal yang melibatkan pelajar masih sering terjadi dan mendapat perhatian di media.

Kedua, di tengah tantangan tersebut, pendidikan karakter telah diusulkan sebagai solusi. Terdapat harapan baru dengan hadirnya konsep pendidikan karakter dalam sistem pendidikan nasional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bahkan telah membentuk Pusat Penguatan Karakter (PUSPEKA) untuk menguatkan karakter. Konsep pendidikan karakter di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Ratna Megawangi melalui pendidikan holistik berbasis karakter. 

Istilah pendidikan karakter semakin ditekankan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Nuh, dalam pidatonya pada Hari Pendidikan Nasional 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kemendiknas RI mengidentifikasi delapan belas karakter budaya bangsa yang perlu diperkuat, seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Namun, menurut Ulil Amri, meskipun delapan belas karakter ini sudah ditetapkan, konsep pendidikan karakter masih terasa baru dan belum sepenuhnya terintegrasi. Ada kesan bahwa aspek agama kurang diperhatikan meskipun karakter religius diutamakan. Prof. Dr. Abudin Nata juga berpendapat bahwa konsep pendidikan karakter ini perlu ditinjau lebih lanjut dari perspektif ajaran Islam, seperti Al-Qur'an dan hadis, untuk menghindari potensi kerugian bagi umat.

Ulil Amri menyarankan dua hal utama untuk pendidikan karakter: pendidikan agama berbasis akhlak dan civic education. Pendidikan agama yang berfokus pada akhlak harus terintegrasi dalam kurikulum, sementara civic education diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan pada tanah air dan melawan ideologi yang merongrong keutuhan bangsa. Konsep ini bisa ditemukan dalam pendidikan pesantren.

Ketiga, Pondok Pesantren, sebagai model pendidikan khas Indonesia, telah terbukti konsisten dalam membina dan mendidik karakter berdasarkan pendidikan akhlak dan civic education. Pondok pesantren, yang merupakan institusi pendidikan tertua di Indonesia, memiliki kontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa melalui pendidikan karakter. Pendidikan pesantren telah lama menerapkan karakter berbasis adab dan akhlak mulia, dan identik dengan pendidikan karakter.

Menurut H.A. Rodli Makmun, pesantren memiliki keunggulan khusus dalam pendidikan karakter karena sistem boarding asrama memudahkan penerapan nilai-nilai dan pandangan dunia dalam kehidupan sehari-hari santri. Sistem ini memungkinkan santri berada dalam pengasuhan dan pantauan guru sepanjang waktu. Metode pengajaran khas pesantren, seperti bandongan dan sorogan, menekankan penguasaan materi serta pembentukan kepribadian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline