Lihat ke Halaman Asli

Tiga Kali Merokok, Setelah Itu Mati……..

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika duduk di kelas empat sekolah dasar, pertama kali aku bersentuhan dengan surat kabar aku pernah menemukan sebuah artikel di koran bekas yang berjudul “Benarkah Jika Tidak Merokok Tidak Jantan?”. Isinya menguraikan tentang bahaya merokok.Sebagai seorang anak SD, aku mempercayai buku dan surat kabar seperti orang percaya pada kitab suci. Sehingga akupun menganggap kalau artikel tersebut adalah kebenaran hakiki. Untung saja aku telah dipertemukan dengan informasi yang benar.

Artikel itu sempat kusimpan sampai bertahun-tahun. Sampai aku masuk SMP, masa paling rentan bagi seorang anak untuk menghindari rokok, sudah terpaku di kepalaku sebentuk kesadaran jika merokok itu tidak baik, sebagaimana yang dijelaskan oleh artikel itu. Sehingga setiap ada teman-teman yang mengejekku karena tidak merokok, selalu kutunjukkan sobekan koran bekas itu untuk meyakinkan mereka tentang sikapku. Sikap yang selalu kubawa hingga saat ini, tak pernah menjadi seorang perokok.

Hanya tiga kali saja sepanjang usiaku pernah mencoba menghisap rokok, waktu SD, ketika menemui rokok pamanku yang tertinggal di rumah. Kuambil sebatang lalu kubakar dan menghisapnya. Kebetulan ibuku sedang membuat tape ubi. Di kampungku orang meyakini, jika sedang membuat tape ada bau-bauan ekstrim seperti kentut, maka tapenya tidak manis.. Dan ibuku menganggap bau asap rokok juga akan mempengaruhi rasa tapenya. Sehingga beliau mengomel sendiri. Kebetulan omelannya terdengar oleh salah seorang kakak laki-lakiku, maka langsung aku dimarahi. Kesan pertamaku tentang rokok : jika merokok kena marah!

Setelah masuk SMP. Aku pergi ke sebuah warung. Ada seseorang sedang membeli rokok Dji Sam Soe. Setelah menghisapnya, orang tersebut berkomentar, “Sungguh enak, bikin tembus pemandangan.” Keesokan harinya, kutemui bungkusan rokok yang sama di rumah temanku. Secara diam-diam kuambil sebatang dan membawanya pulang. Terpengaruh oleh kata-kata perokok kemaren, kucoba menghisapnya. Rokok itu membuatku terbatuk-batuk sampai nafasku sesak. Kesan keduaku tentang rokok : merokok bisa menyebabkan sakit!

Ketika mau kuliah, aku masuk asrama pelajar di Yogyakata. Dalam acara orientasi, salah seorang temanku kedapatan merokok yang merupakan salah satu poin yang dilarang selama masa orientasi. Sebagai akibatnya seluruh peserta diwajibkan merokok sebagai hukuman, termasuk aku yang tidak merokok. Masing-masing kami diberi sebatang rokok dan harus dihabiskan. Rokoknya punya merek Dewi Asmara. Belakangan baru aku tahu kalau itulah yang disebut rokok klembak, yang salah satu bahan campurannya adalah kemenyan. Kesan ketigaku tentang rokok : merokok itu tidak enak!

Waktu mau menikah beberapa tahun yang lalu, bapakku mengatakan, “Kalau jadi pengantin ini kita harus merokok. Kalau tidak apa yang akan disodorkan sebagai bentuk basa-basi dengan pihak keluarga isteri.” Aku hanya mendiamkan pernyataan yang sungguh tak kusetujui itu. Sebelum berangkat ke mesjid tempat acara akad nikah akan dilangsungkan, Bapak membelikan sebungkus rokok dan menaruh di kantong kemejaku. Tapi dimana rokok itu kukeluarkan, disitulah rokok itu selalu tinggal. Karena keinginanku untuk merokok memang telah mati, setelah mencoba tiga kali menghisap rokok.

Jadi, jika kita ingin agar orang tidak merokok, sampaikanlah pendapat mengenai bahaya rokok sebanyak-banyaknya. Salah satu bentuk penyampaian itu adalah dengan menulis di Kompasiana. Menulis untuk menggugah kesadaran jauh lebih baik dibanding kepedulian yang menimbulkan perbenturan kepentingan. Sementara kita tahu belum ada kesepakatan menyeluruh mengenai pembatasan iklan rokok dan pelarangan kegiatan merokok. Sebab jika konsensus itu telah ada, cukup mudah untuk melarang orang merokok : tutup pabrik rokok!

Rasanya kurang masuk akal, disaat kita berteriak tentang banner 2 x 18 cm, sementara kita tahu setiap konser musik yang disponsori produsen rokok yang telah merambah ke seantero pelosok negeri selalu memberikan Tanda Masuk + sebungkus rokok kepada jutaan remaja yang jadi penonton. Jika kita memang peduli, sadarkanlah mereka dengan bacaan. Disaat kesadaran itu telah tertanam, dengan memasukkan rokok ke kantongnya pun tidak akan sanggup membuat seseorang jadi perokok. Bagaimana menurut anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline